Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar,
tetapi lambat untuk berkata-kata
Yakobus 1:19
Allah menciptakan manusia satu mulut dan dua telinga. Ini berarti Allah menghendaki kita manusia untuk lebih banyak mendengar daripada berkata-kata. Dalam bukunya yang berjudul “Life Together” (Hidup Bersama), Dietrich Bonhoeffer menulis, "Pelayanan pertama yang kita lakukan terhadap orang lain dalam suatu persekutuan adalah mendengarkan mereka. Sama seperti kasih kepada Allah timbul dari pendengaran akan firman Allah, maka permulaan dalam mengasihi saudara-saudara kita adalah belajar mendengarkan mereka.
Mendengarkan adalah unsur kunci dalam memecahkan masalah antara dua golongan etnis dalam suatu gereja kecil di Yerusalem (Kisah 6:1-7). Satu golongan merasakan bahwa janda-janda mereka dibedakan dalam pembagian makanan. Maka para rasul dengan bijaksana mendengarkan keluhan mereka, dan mencari jalan keluar, serta menghentikan perselisihan yang terjadi.
Saling mendengarkan satu dengan yang lain merupakan hal yang penting saat ini, karena gereja-gereja kita semakin banyak ragamnya. Kita datang dari berbagai macam kebudayaan, latar belakang dan perbedaan derajat kedewasaan. Namun jika kita menunjukkan kasih dengan mendengarkan mereka, iman kita dalam Kristus dapat menyatukan kita semua.
Mendengar adalah bagian yang sangat penting tetapi seringkali dilupakan oleh setiap orang percaya. Bukan hanya orang percaya (umat Tuhan), tetapi seringkali hamba Tuhan juga melupakan hal ini. Seringkali mereka merasa, bahwa tugasnya adalah memberikan banyak-banyak nasehat, mengutip ayat-ayat Alkitab atau memberikan pertanyaan-pertanyaan. Tanpa disadari bahwa hal ini justru akan menghambat penyelesaian sesuatu masalah.
Sebenarnya sebagai orang percaya kita harus menjadi pendengar yang baik. Dan memang akhir-akhir ini hal ini sangat sulit untuk diketemukan dalam orang percaya. Karena kecenderungan kita yang utama adalah mau berbicara dan memberai nasihat. Padahal mereka mungkin lupa bahwa seorang yang tidak dapat mendengar sesamanya ia pun sulit untuk mendengarkan suara Tuhan. Karena orang-orang yang tidak masu sabar untuk mendengarkan akan berkata-kata tanpa arah yang baik. Dan tentunya orang-orang seperti ini tidak dapat menolong orang lain.
Saya pernah bertemu dengan orang-orang seperti ini. Dan biasanya orang seperti ini tidak pernah suka jika orang lain lebih banyak berbicara dari dirinya. Belum selesai saya menyampaikan suatu cerita langsung dipotong pembiacaraan. Dengan kata saya minta maaf memotong pembicaraan Anda. Biasanya orang seperti ini tidak akan disukai orang lain. Orang sangat menyukai seseorang yang mau mendengarkan keluh kesahnya. Dengan mendengarkan kita telah memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengutarakan isi hatinya. Dan hal ini tentunya akan melegakan hatinya.
Kita semua harus memiliki kesediaan untuk mendengarkan mereka yang tampaknya senang menceritakan masalah yang dihadapinya secara mendetil. Kita mungkin merasa kasihan atas kejadian yang menimpa mereka, tetapi sebenarnya kita juga merasa jengkel mendengarkan segala macam masalah yang tampaknya tidak pernah berhenti dalam kehidupan mereka.
Kita perlu meminta Tuhan untuk memberikan kasih kristiani yang cukup bagi kita agar dapat lebih tulus memperhatikan masalah orang lain. Dunia yang penuh dengan masalah ini sangat membutuhkan sahabat yang mau menjadi pendengar yang baik dan bersedia menangis dengan orang yang menangis “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menagislah dengan orang yang menangis (Roma 12:15). Melalui kesediaan untuk mendengarkan keluhan orang lain yang sedang mengalami kesusahan itu, berarti kita telah menolong dan menguatkan orang tersebut. Inilah pelayanan nyata bagi Yesus!
Tuhan Yesus sendiri melakukan pelayanan mendengar. Dengan pertolongan Roh Kudus dan hati yang dipenuhi belas kasihan serta kesabaran, kita akan dimampukan untuk menjadi pendengar yang baik.
Menjadi pendengar yang baik harus terus menerus dilatih dan dibiasakan karena ini sangat sulit untuk dilakukan. Apalagi kecenderungan kita yang selalu ingin mau berbicara. Selain itu, mendengarkan membutuhkan kosentarsi yang penuh. Karena seringkali ketika kita mendengarkan orang lain berbicara, sangat mudah pikiran kita untuk melayang kemana-mana. Oleh karena itu, kita hjarus belajar untuk berkosentrasi dan menhadan diri. Sesekali tersenyum, mengangguk, atau melontarkan beberapa pertanyaan seperti, “kemudian?” atau “apa yang Anda rasakan mengenai hal itu?” dan sebagainya, akan menolong orang lain untuk lebih bebas mengutarakan perasaannya.
Firman Tuhan mengajarkan kita untuk “Banyak mendengar tetapi lambat untuk berkata-kata.” Cepat mendengar artinya kita memberi perhatian kepada ucapan orang lain. Cepat mendengar artinya kita cepat menampung dan cepat juga menimbang apa yang kita dengar. Lambat berkata-kata artinya tidak asal bicara tetapi bila kita berbicara maka pembicaraan kita sudah diperbincangkan dampaknya bagi yang mendengarkannya. Lambat berkata-kata artinya tidak cepat membuka rahasia orang atau suatu permasalahan.
Bila kita orang-orang percaya dan hamba-hamba Tuhan melakukan firman Tuhan ini maka dapat dibayangkan banyaknya orang-orang yang akan diberkati dan dihiburkan melalui perkataan kita. Dan dapat Anda bayangkan bahwa semua jemaat akan hidup dengan rukun karena tidak ada fitnahan, kata-kata yang menyakitkan dan kasar. Semua jemaat akan saling mengasihi karena setiap orang selalu menjaga agar tidak melukai hati orang lain.
Saya yakin bahwa setiap orang pasti menginginkan supaya disenangi oleh orang lain. Inilah yang selalu menjadi kerinduan setiap orang. Tetapi ini bukanlah hal yang sepele dan bisa secara instan terjadi. Ini merupakan suatu ketrampilan atau sesuatu yang harus kita biasakan setiap hari. Bagaimana cara melakukannya? Mulailah dengan sikap menyenangi orang lain dengan cara menjadi seorang pendengar yang baik. Memang ini bukan satu-satunya cara, tetapi saya meyakini bahwa inilah salah satu cara terbaik dan tercepat untuk menjadi pribadi yang disukai orang lain. Menyenangi yang saya maksudkan adalah menyenangi dengan sungguh-sungguh dan bukan hanya karena ada suatu tujuan tertentu. Tentu saja hal ini tidak mudah. Tetapi ketika kita mempraktekkan dan membiasakan hal ini, tidak mustahil kita pasti bisa melakukannya. Hal ini tidak terjadi hanya dengan mengatakan, “saya menyenangi orang lain”. Ini harus dibuktikan dengan sikap kita setiap hari terhadap orang lain. Karena menyenangi orang lain adalah suatu hasil dari cara hidup kita. Bila kita memusatkan perhatian terutama sekali terhadap diri kita, maka kita tidak akan punya kesempatan untuk menjadi orang yang disukai orang lain. Saat ini marilah kita mulai belajar “untuk mendengarkan orang lain” dan jika ini telah menjadi kebiasaan, kita pasti akan menjadi orang yang disenangi orang lain. Kita harus terus menerus belajar mendengar permasalahan dan kesulitan orang lain dengan sungguh-sungguh ketika mereka menceritakannya kepada kita.
Memang banyak diantara kita orang percaya bahkan hamba-hamba Tuhan yang tidak mengetahui bagaimana cara mendengarkan kata-kata. Kita mungkin tidak mengetahui bahwa seni untuk mendengarkan keluh kesah dan pendapat orang lain adalah salah satu rahasia terbesar untuk disukai dan disenangi orang lain. Dan karena tidak mengetahui akan hal ini, maka kebanyakan kita lebih cenderung banyak bicara bila orang datang kepada kita mengemukakan suatu masalah. Kita berusaha memberikan nasehat, sedangkan seringkali yang diperlukan justru kita harus berdiam diri, serta kesanggupan mengalihkan kepada orang lain makna kasih sayang, yang penuh santun dan pengertian.
Saya sudah seringkali menghadapi kenyataan ini ketika sedang mengkonseling orang lain. Yang saya lakukan pertama-tama adalah mendengarkan permasalahan yang sedang diceritakan oleh konseli, sambil memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan terus mendiagnosa apa akar dan penyebab dari permasalahan yang sedang diceritakan. Setelah selesai saya pun tidak langsung memberi tanggapan atau saran dan nasehat, tetapi saya masih menanyakan terlebih dahulu, “apakah anda telah menceritakan semua masalah Anda”? setelah itu baru memberikan tanggapan dan lain-lain. Bahkan pernah juga dalam kasus yang lain, setelah selesai berbicara orang yang menghadapi masalah belum mendapatkan saran dari saya telah merasa mendapatkan jalan keluar sendiri setelah ia selesai menceritakan semua masalahnya. Mengapa? Karena orang seringkali telah merasa puas ketika ada orang lain yang dengan setia, sabar dan sungguh-sungguh mau mendengarkan keluh kesahnya.
Inilah yang harus dilakukan oleh setiap orang percaya. Menjadi pendengar yang setia. Percayalah, kita pasti akan menjadi orang yang disukai dalam lingkungan, daerah atau jemaat kita sendiri.
Dr. Norman V. Peale, menceritakan tentang seorang redaktur surat kabar yang sangat disukai oleh semua orang. Sang redaktur sering duduk depan mejanya sampai larut malam, menulis tajuk rencana dan melakukan tugas-tugas lainnya. Suatu malam datang orang menggedor pintunya. “Masuklah.” Sambutnya. Pintu terbuka dan didepan matanya berdiri tetangganya dengan wajah pucat lesih. Anak tetangganya itu mati terbenam. Sang redaktur mengetahui kisahnya. Orang itu telah mengajak istri dan anakny pergi piknik dengan perahu. Perahu terbalik. Istrinya selamat, tapi anaknya mati tenggelam. Sejak musibah itu, sang Ayah bersedih hati. Rupanya ia sedang berjalan menyusuri jalanan dengan pikiran yang risau, tapi tertarik oleh cahaya lampu di jendela kantor sang redaktur.
“Mari sini, bung,“ kata redaktur. “duduk dan istirahatlah sejenak”. Ayah yang patah hati itu duduk di kursi, lalu terhenyak diam. Pada saat itulah sang redaktur melakukan sesuatu hal yang penting. Ia tidak mengisi detik-detik kekosongan itu dengan mengobrol., tetapi dengan tenang kembali mengerjakan pekerjaannya. Ia tidak ikut-ikutan risau dengan kesedihan tetanganya yang berdiam diri itu. Sejenak kemudian ia bertanya: “Maukan Anda minum secangkir kopi hangat? Minumlah ini, bung, kopi ini akan menghangatkan badanmu.” Mereka pun minim bersama. Namun berlum juga terdengar suatu percakapan.
Setelah sejenak berlalu sang tetangga berkata, “Saya belum bersedia untuk ngobrol.”
“Bagus. Duduklah disitu selama kau kehendaki. Saya teruskan dulu pekerjaanku.”
Beberapa waktu kemudian orang itu berkata, “Saya sudah siap untuk ngobrol.” Lalu selama satu jam penuhia mencurahkan isi hatinya sementara sang redaktur mendengarkannnya. Ia menguraikan musibah itu sampai sedetail mungkin tentang apa sebenarnya yang terjadi. Apa yang bisa terjadi bila sekiranya ia berbuat begini, apa yang tak terjadi bila sekiranya ia berbuat begitu. Pendeknya ia mempersalahkan dirinya sendiri atas segala-galanya. Ia mengobrol terus sampai kira-kira jam 3 subuh. Akhirnya ia berhenti berbicara dan kemudia ia berkata kembali: “itulah semua yang ingin saya kemukakan pada malam ini.”
Sang redaktur bangkit berdiri, merangkul bahu tetangganya itu da berkata, “pulanglah bung dan pergilah tidur.”
“Bolehkah saya datang lagi dan ngobrol dengan saudara?”
“Kapan saja,” jawab sang redaktur. “Terserah, bung. Siang atau malam boleh. Tuhan memberkatimu.”
Itulah yang dilakukan sang redaktur. Ia mendengarkan dengan tenang, penus simpati dan penuh rasa kasih dalam hatinya. Dan akibatnya, ia sangat disukai oleh semua orang dalam lingkungannya. Ia mendorong semangat orang untuk mencurahkan masalah mereka dan memotivasi mereka agar bisa menemukan pemecahan masalahnya sendiri. Karena sifatnya itu, ia disukai oleh semua orang.
Saya – mungkin kita semua – seringkali sangat kuatir terhadap diri saya dengan kesanggupan untuk berkata-kata ketika seseorang datang untuk meminta penjelasan atau meminta solusi terhadap sesuatu masalah. Karena saya berpikir tidak mempunyai kata-kata yang indah dan tepat ketika akan berbicara. Kadang-kadang saya juga merasa sangat malu dan minder dan sampai merah wajah karena malu disebabkan kagoknya ucapan-ucapan saya, terutama sekali ketika berhadapan dengan kelompok kecik atau orang-orang yang kita pikir lebih dewasa dan lebih pintar dari saya.
Tetapi ketika saya mengerti bahwa ternyata kita harus lebih menjadi pendengar yang baik, maka saya tidak menjadi seperti itu lagi. Dengan banyak mendengarkan, kita pasti bisa menemukan solusi terhadap masalah orang lain dan akan membuat kita lancar untuk berkata-kata. Kita tidak perlu menjadi orang lain yang mungkin kita lihat lancar berkata-kata atau dengan bahasa-bahasa ilmiah yang seringkali membuat kita terpesona mendengarkannya.
Jadilah dirimu sendiri. Gunakanlah bahasa-bahasa sederhana yang mudah dipahami oleh semua orang dan yang sering kita gunakan setiap hari, maka kita kita akan melihat dan mungkin kaget karenanya, karena kita telah menjadi pribadi yang sangat percaya diri. Kenapa kita tidak bisa berkata-kata dengan baik dan lancar, karena kita terus menerus berusaha untuk menjadi orang lain.
Pdt. Dr. Yakob Nahuway, MA, memberikan prinsip-prinsip yang baik dalam mendengarkan, sebagai berikut: “Pusatkan perhatian Anda sepenuhnya pada percakapan yang sedang berlangsung. Tataplah muka orang yang sedang berbicara dengan wajah keramahan, karena hal itu memperlihatkan perhatian dan kesungguhan Anda. Ingat hal ini: “siapa pun tidak ingin disepelekan, dalam hal sekecil apa pun termasuk percakapan”. Apakah itu membosankan, menjengkelkan, tetapi tetaplah menaruh perhatian yang sungguh. Bisa saja terjadi lawan bicara kita terus-menerus dan mendominasi percakapan, tetaplah sabar, sambil mencari peluang yang ada untuk mengarahkan percakapan itu untuk meraih apa yang kita harapkan. Sekali lagi tetap bersikap ramah”.
Sedangkan Dale Carnegie dalam bukunya Cara Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain, mengutip pernyataan Dr. N.M Butler, Presiden Universitas Columbia, yang mengatakan, bahwa “Jika Anda ingin menjadi seorang yang pandai bercakap-cakap, mulailah dulu menjadi pendengar yang baik. Jika Anda ingin menimbulkan perhatian, Anda harus menunjukkan perhatian. Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan, yang jawabannya ingin sekali diucapkan oleh orang. Anjurkan supaya ia bisa berbicara tentang perbuatan-perbuatan mereka sendiri”.
Apakah Anda seorang pendengar yang baik? Berikut ini ada beberapa pertanyaan yang menurut Sheila Murray Bethel perlu dipertimbangkan:
Tentang Sikap mendengarkan Anda:
• Apakah Anda suka mendengarkan orang lain?
• Apakah Anda mendorong orang lain berbicara?
• Apakah Anda mendengarkan tanpa memandang apakah orang itu pria atau wanita, tua atau muda?
• Apakah Anda mendengarkan sama baiknya pada seorang teman, kenalan, atau orang yang tidak dikenal?
Tentang cara Anda mendengarkan:
Tentang cara Anda mendengarkan:
• Apakah Anda mengesampingkan seluruh pikiran dan pekerjaan yang pada saat itu sedang Anda kerjakan?
• Apakah Anda melihat pada orang yang sedang berbicara kepada Anda?
• Apakah Anda mengabaikan hal-hal disekeliling Anda?
• Apakah Anda tersenyum, mengangguk-angguk, dan mendorong orang itu untuk berbicara?
• Apakah Anda memikirkan apa yang dikatakan orang itu?
• Apakah Anda mencoba memahami apa yang dimaksudkan orang itu?
• Apakah Anda mencoba memahami mengapa ia mengatakan hal itu?
• Apakah Anda membiarkan orang itu menyelesaikan apa yang dikatakannya? Jika ia ragu-ragu apakah Anda akan mendorongnya untuk berbicara terus?
• Apakah Anda mengulang kembali apa yang dikatakannya dan menanyainya apakah Anda telah benar memahaminya?
• Apakan Anda mendengarkan tanpa mempedulikan sikap bicaranya dan pilihan kata-katanya?
• Apakah Anda menyimpan penilaian tentang tentang gagasannya smpai ia selesai?
• Apakah Anda mendengarkan kendati Anda telah mengantisipasi apa yang akan dikatakan orang itu?
• Apakah bawaan Anda menganggap Anda seorang pendengar yang baik?
Ketika kita mencoba menjawab semua pertanyaan diatas maka kita pasti akan menjadi seorang pendengar yang baik dan disukai banyak orang..
(Ferdy Manggaribet, MA)
0 komentar:
Posting Komentar