Orang Yang Percaya Kepada TUHAN Akan Melihat Kebaikan TUHAN Melalui Kejadian-Kejadian Yang TUHAN Ijinkan Terjadi. Jangan Pernah Menilai TUHAN Hanya Melalui Sepotong Kejadian, Tetapi Percayalah Bahwa DIA Selalu Bekerja Untuk Kebaikan Kita Melalui Banyak Perkara
Photobucket

Banyak Bicara

Di dalam banyak bicara pasti pasti ada pelanggaran,
Tetapi siapa yang menahan bibirnya berakal budi
Amsal 10:19




Banyak orang yang mengidap penyakit ini, sehingga mereka menganggap hal ini sebagai sesuatu yang normal. Kita diperingatkan supaya memikirkan terlebih dahulu sebelum membuka mulut. Karena dengan demikian kata-kata kita bisa di pertanggung jawabkan atau bisa memberkati orang lain. Seringkali, karena terlalu banyak berbicara, dan karena memang sudah kebiasaan kita untuk selalu memperhatikan kekurangan orang lain, dan setelah itu mengkritiknya, maka tanpa kita sadari kita telah menyakitkan perasaan bahkan telah merendahkan harga diri orang lain.

Dalam suatu renungan harian diceritakan tentang seorang pendeta yang mendapat kritikan dari jemaatnya. Selesai berkhotbah, seorang pendeta dihampiri oleh seorang jemaatnya yang usil dengan pertanyaan, “Pak Pendeta, saya rasa baju dan dasi yang Anda kenakkan tidak serasi dengan warna jasnya! Lebih baik, sederhana tapi serasi, misalnya hitam putih. Saya rasa pasti cocok sekali.” Minggu berikutnya sang pendeta mengganti pakaiannya dengan yang lebih sederhana, yaitu warna hitam putih. Tetapi alangakah terkejutnya beberapa minggu kemudian seorang jemaat datang lagi

kepadanya, “saya rasa Anda kurang memperhatikan perkembangan. Anda kelihatan lebih ortodoks dengan pakaian seperti itu, selalu hitan putih setiap minggu. Seharusnya penampilan Anda lebih kontemporer, karena Anda selalu didepan dan disaksikan banyak orang.” Minggu-minggu berikutnya sang pendeta selalu berganti-ganti mode. Sampai akhirnya jemaat datang lagi kepadanya, “bukankah gereja/ rumah Tuhan itu lambang kekudusan? Mengapa Anda selalu mengotorinya dengan pakaian duniawi? Lebih baik kemeja, sepatu dan semua yang Anda kenakkan serba putih, itu lambing kekudusan.” Minggu berikutnya sang pendeta berang dan dengan mengenakkan pakaian serba hitam ia berkata didepan seluruh jemaatnya, “hari ini saya membawa beberapa kaleng cat warna, apabila jemaat kurang senang dengan penampilan saya, tolong ablil cat itu dan oleskan pada baju saya ini sesuai dengan selera Anda. Apabila Anda puas maka saya akan mengenakan baju ini selamanya, “ dengan nada kalem dan turun kebawah. (ManSor, Maret 2000)

Bukankah kisah semacam ini sering kita jumpai dalam pelayanan dan kehidupan sehari-hari? Mulut usil (terlalu banyak berbicara) dan tidak bertanggung jawab yang akhirnyamengacaukan keadaan, bahkan dapat menghancurkan seseorang. Banyak orang berpikir itu tidak salah. Dengan alasan mereka mengkritik dan kritik itu bisa membangun. Kalau orang tidak dikritik menurut mereka, orang tersebut tidak akanmengetahui kesalahannya. Itulah alasan-alasan yang seringkali dilontarkan oleh orang-orang yang suka berbicara untuk menutupi kesalahannya. Saya kita semua akanmenyetujui bahwa kritik itu tidak salah, tetapi jika dilakukan dengan bijaksana dan yang dikritkik memang hal yang berguna dan dengan motivasi bukan untuk menjatuhkan harga diri dan nama baik seseorang, melainkan untuk membangun dan memotivasi orang lain.

Memang bibir walaupun kecil sangatlah berbahaya, tanpa control dan kendali, kadang ia mudah saja mengeluarkan kata-kata yang tida membangun dan bisa membuat luka hati orang lain. Sebab itu memang tetap apa yang dikatakan amsal, “hidup mati seseorang dikuasai oleh lidah” (Amsal 18:21). Bibir dari orang yang suka berbicara terlalu banyak mudah sekali menimbulkan cemooh, perbantahan, perkelahian, fitnah, sampai akhirnya menjerat nyawanya sendiri. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dengan mulut (bibir & lidah) kita, jangan-jangan – tanpa kita sadari – ia sedang “membunuh” orang lain dan diri kita sendiri secara perlahan-lahan.

Karena kita terlalu banyak berbicara, maka pada suatu saat kita pasti akan berbuat kesalahan atau akan mengatakan sesuatu yang tidak benar tenatang orang lain. Kita akan menjadi orang yang berakal budi atau orang yang bijaksana ketika kita menahan bibir kita terhadap perkataan-perkataan yang tidak benar.

Alkitab juga memperingatkan kita supaya kita jangan memakai terlalu banyak perkataan dihadapan Tuhan. “Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan dihadapan Allah, karena Allah ada disorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu biarlah perkataan sedikit” Pengkhotbah 5:1.

Sebagai orang percaya seringkali kita terlalu cepat berbicara kepada Tuhan. Bahkan seringkali dalam doa dan pujian, kita telah berbohong kepada Tuhan. Yang saya maksudkan adalah kita terlalu cepat berkata kepada Tuhan dan menyanyikan sesuatu kepada Tuhan, tetapi kita tidak hidup sesuai dengan perkataan kita dalam doa dan pujian. Kita harus harus berhati-hati dengan apa yang kita ucapkan karena suatu saat nanti kita akan mempertanggungjawabkan semua itu dihadapan Tuhan. Dan jika saat itu tiba, maka sudah terlambat bagi kita untuk berkata, “Tuhan maafkan saya karena saya khilaf (ay.5).

Berbicara terlalu banyak adalah ciri dari orang yang bodoh. Hal ini dikatakan oleh firman Tuhan, “karena sebagaimana mimpi disbebkan karena banyak kesibukan, demikian pula percakapan bodoh disebabkan oleh banyak perkataan”(Pkh. 5:2). Derek Prince mengatakan, bahwa “apabila Anda mendengar orang berbicara tiada henti-hentinya, Anda tidak memerlukan bukti lebih banyak lagi untuk menyimpulkan bahwa orang itu sebenarnya bodoh”. Dan orang-orang yang berbicara terus dengan tiada henti-hentinya menurut Prince adalah, “orang yang tidak memiliki ketenangan hati”.

Jika kita banyak berbicara maka pasti akan ada potensi bagi kita untuk salah berbicara dan hal ini pasti akan membuat luka hati bagi orang-orang yang kita kasihi sekalipun. Kita melihat bahwa rumah tangga bisa menjadi rusak, persahabatan menjadi retak, dan orang-orang dekat menjauh semuanya disebakan karena kita tidak pernah mengontrol lidah kita atau terlalu banyak berbicara. Kita harus menyadari bahwa jika kita sembrono dalam berkata-kata maka itu akan menimbulkan kemarahan, sakit hati, dan kesedihan.

Penulis suatu renungan pernah berkata bahwa, “saya mengenal diri saya sebagai pribadi yang banyak berbicara dan saya juga menyadari bahwa di dalam banyak berbicara, pasti banyak kesalahan. Saya juga menyadari bahwa dengan kekuatan sendiri saya tidak mampu untuk mengekang lidah saya untuk mengeluarkan ribuan kata setiap hari. Karena itu di dalam memulai hari yang baru saya selalu berdoa seperti mazmur 141:3, ”Awasilah mulutku ya Tuhan, berjagalah pada pintu bibirku.” (ManSor Nov. 2004).

Inilah solusi bagi kita orang-orang percaya agar senantiasa meminta kemampuan dari Roh Kudus untuk memiliki penguasaan diri yang tinggi dan bisa terhindar dari perkataan yang sia-sia. Suka atau tidak suka, kita harus mengakui bahwa seringkali masalah yang terjadi karena kesalahan kita sendiri. Yakni karena kita membuka mulut pada saat yang tidak tepat, dengan cara yang tidak tepat, dengan kata-kata yang tidak tetap dan akhirnya mendapatkan sesuatu yang tidak tepat.

Seorang bapak yang kaya yang tinggal di suatu desa yang terpencil pergi ke kota untuk berbelanja. Bapak ini tidak mengerti dengan nilai-nilai uang yang seringkali digunakan oleh orang pada umumnya yang tinggal di daerah perkotaan. Setelah tiba di salah satu toko, timbul keinginannya untuk membeli sebuah barang eletronik. Dan bapak ini langsung bertanya kepada penjaga toko tersebut, “berapa harga barang ini?” “lima ratus ribu” kata penjaga toko. “saya mau membeli barang yang lebih bagus dari ini. Barang ini terlalu murah bagi saya. Tolong carikan saya barang seperti ini dengan harga setengah juta rupiah.” Sambil terheran-heran pemilik toko tersebut berkata, “inilah barang yang bapak inginkan dan sesuai dengan harga yang bapak mau.” Tetapi bapak tersebut bersikeras untuk mengganti barang lain seperti keinginannya. Semua orang yang melihat peristiwa ini langsung menertawakan bapak tersebut.

Peristiwa diatas ini terjadi bukan hanya karena bapak tersebut tidak mengerti dengan nilai-nilai uang, tapai karena memang bapak ini punya kecenderungan untuk banyak berbicara dan tidak mau mendengarkan penjelasan orang lain.

Memang kadangkala kita terlalu cepat mengunakan mulut kita. Kalau seandainya yang terjadi seperti kejadian di atas dampaknya tidaklah seberapa, paling malu sebentar dan bahkan kita bisa tertawa atau sebaliknya ditertawain. Tetapi tidak jarang karena ucapan yang terlalu cepat dilontarkan tanpa berpikir terlebih dahulu dan tanpa berpikir panjang, orang lain telah dilukai. Tidak sedikit orang yang kecewa karena perkataan kita. Hal ini juga bisa terjadi dalam pelayanan. Jemaat meninggalkan kita hanya karena perkataan kita. Sementara untuk mencari jiwa baru sulitnya bukan main. Kita terlalu cepat menghakimi orang lain atau terlalu cepat mengeluarkan kata yang akhirnya tanpa kita sadari telah dianggap keputusan oleh orang yang mendengarkannya dan akhirnya mereka meninggalkan kita. Tidak sedikit perpecahan terjadi dalam gereja hanya karena kita terlalu banyak bicara. Kita terlalu banyak mengeluarkan kata-kata yang tidak membangun. Dan karena ucapan kita yang tidak dipikir terlebih dahulu, maka terjadilah curiga-mencurigai diantara sesama anak-anak Tuhan. Dan karena mulut kita yang terlalu lancang, orang lain mengalami fitnahan yang membuat mereka sangat menderita. Oleh karena itu, hindarilah perkataan-perkataan yang suka menyakiti, menjebak dan menyindir orang lain karena itu merupakan biang persekutuan dan perpecahan.

Orang yang banyak berbicara, akan membawa dia kepada suatu kebiasaan untuk berbicara yang sia-sia atau tidak berguna.Tuhan tidak menghendaki kita anak-anakNya untuk berbicara yang sia-sia. “Tetapi Aku berkata kepadamu: setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggung jawabkannya pada hari penghakiman” ( Matius 12:36). Suatu hari nanti kita harus mempertanggung jawabkan apa yang kita pernah katakan. Kita harus mempertanggung jawabkan setiap kata-kata kita yang tidak berguna yang tidak pernah membangun orang lain, tidak dipikirkan terlebih dahulu, dan janji-janji yang tidak pernah ditepati. Setiap perkataan kita yang telah dilebih-lebihkan dan telah keluar dari jalur yang Tuhan kehendaki itu semua berasal dari iblis. (Matius 5:37).

Seseorang menghadiri suatu pertemuan di mana pembicara tamu berbicara dengan panjang lebar. Ketika pendengarnya itu sudah tidak tahan lagi, ia bangkit berdiri dan keluar dengan perlahan-lahan melalui pintu samping. Di koridor ia berjumpa dengan seorang sahabatnya yang mengajukan pertanyaan, "Apakah orang itu sudah selesai berbicara?" "Ya," jawab orang itu, "orang itu sudah selesai sejak tadi, tetapi ia tidak menyadarinya! Ia cuma tidak mau berhenti!"

Berbicara yang seperlunya dan yang berharga untuk disampaikan adalah sesuatu yang semestinya kita lakukan dengan orang lain setiap hari. Namun, jika kita mau jujur dengan diri kita sendiri, kebanyakan dari pembicaraan kita tak lebih dari sekadar suatu omong kosong.

Berhentilah sejenak dan pikirkanlah, apa yang biasa kita bicarakan dalam percakapan sehari-hari dengan orang lain? Tentang apa kebanyakan pokok pembicaraan kita? Apakah kita telah berbicara terlalu banyak dan tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk berbicara? Apakah yang kita bicarakan itu memberi keuntungan kepada orang lain? Dan lebih dari itu semua, apakah perkataan kita memuliakan Allah?

Tuhan dapat memampukan kita berbicara untuk membangun orang lain, bukan justru hanya sekadar asal berbicara. Jika kita mulai terjerumus dalam kebiasaan untuk berbicara terlalu banyak, maka jadikanlah kata-kata Daud berikut ini sebagai doa kita: "Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!" (Mazmur 142:3).

Firman Tuhan juga berkata nasib dari orang yang terlalu banyak dan terlalu cepat berkata-kata akan lebih buruk dari orang yang bisa mengekang lidahnya. “Kau lihat orang yang cepat dengan kata-katanya; harapan lebih banyak bagi orang bebal dari pada bagi orang itu” (Amsal 29:20).

Dalam Alkitab pernah diceritakan tentang orang yang karena terlalu cepat berbicara, akhirnya berdampak tidak baik dalam kehidupannya. Orang tersebut adalah Musa. Allah menyuruhnya untuk berbicara kepada sebuah batu supaya bisa mengeluarkan air. Tetapi karena marahnya, Musa tidak berkata-kata kepada batu tersebut, melainkan memukul batu itu dengan tongkatnya. Semua itu terjadi karena ia terlalu cepat emosi untuk berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu. “Mereka menggusarkan Diadekat air Meriba, sehingga Musa kena celaka karena mereka; sebab mereka memahitkan hatinya, sehingga ia teledor dengan kata-katanya” (Mazmur106:32-33).

Musa harus membayar mahal untuk satu ucapannya yang salah itu. ia kehilangan kehormatan untuk memimpin umat Israel masuk ke dalam negeri perjanjian.

Mulai saat ini marilah kita berusaha untuk belajar diam ketika tahu bahwa perkataan kita akan menjadi sia-sia, tetapi kita harus bicara ketika tahu itu akan berguna. Dan jangan pernah mengatakan sesutau jika bukan itu tujuanj kita yang sebenarnya. Hiduplah dalam prinsip ini, dan kita akan menjadi manusia yang benar-benar berbeda, menjadi manusia yang jauh lebih baik. Dan kehiidupan kita akan berubah. Berkomitmenlah seperti Ayub, “Selama nafasku masih ada padaku, dan Roh Allah masih di dalam lubang hidungku, maka bibirku sungguh-sungguh tidak akan mengucapkan kecurangan, dan lidahku tidak akan melahirkan tipu daya.” (Ayub 27:3-4).

Dan ingatlah bahwa hanya dengan sedikit perbuatan atau pilihan kata yang keliru, kita dapat mempengaruhi dan mengubah arah hidup orang lain, termasuk juga membelokkan mereka dari tujuan hidup yang kekal.

Allan Nelson mengatakan bahwa, “lebih baik diam dan membiarkan orang lain menganggap Anda adalah orang yang bodoh daripada mengucapkan sesuatu dan menghilangkan keragu-raguan itu. Biasanya orang yang sedikit berbicara dianggap lebih bijaksana dari mereka yang banyak berbicara.

Kebenaran ini meliputi dua hal. Kata-kata yang tidak ramah atau perbuatan yang tak senonoh dapat merusakkan banyak hal yang baik. Sebaliknya, kata-kata yang lemah lembut, tindakan yang menolong, sapaan yang bersahabat, kesaksian hidup yang tulus di dalam Kristus, ajakan untuk pergi ke gereja, atau teguran-teguran yang membangun, akan menghasilkan banyak kebaikan. Hal-hal kecil seperti ini dapat membesarkan hati seseorang, memunculkan pengharapan baru, bahkan dapat dipakai oleh Allah untuk membawa seseorang kepada Kristus.





(Ferdy Manggaribet, MA)


Kekasih TUHAN !!!
Jadilah Berkat, Dengan Membagikan Semua Artikel Ini
Kepada Teman-Teman Anda.
TUHAN YESUS Memberkati Kita Semua,
AMIN

0 komentar:

Posting Komentar

wibiya widget

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis