Orang Yang Percaya Kepada TUHAN Akan Melihat Kebaikan TUHAN Melalui Kejadian-Kejadian Yang TUHAN Ijinkan Terjadi. Jangan Pernah Menilai TUHAN Hanya Melalui Sepotong Kejadian, Tetapi Percayalah Bahwa DIA Selalu Bekerja Untuk Kebaikan Kita Melalui Banyak Perkara
Photobucket

BERDUSTA

Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu
Keluaran 20:16






Perintah ini adalah salah satu hukum dalam sepuluh hukum yang diberikan oleh Allah kepada Musa untuk dilakukan oleh semua umat manusia. Mungkin kita bertanya apa perbedaan antara gosip dan berdusta? Saya sengaja memisahkan antara kedua hal ini karena gosip memiliki perbedaan dengan berdusta. Karena di dalam bergosip, seringkali yang diceritakan adalah fakta atau sesuatu yang memang benar-benar terjadi atau dilakukan oleh orang yang menjadi korban gosip. Sedangakan berdusta adalah sesuatu yang memang sama sekali tidak terbukti kebenarannya.

Berdusta adalah berkata tidak benar kepada orang lain. Atau menyampaikan sesuatu kepada orang lain yang tidak ada unsur kebenarannya. Firman Tuhan berkata, kita tidak boleh bersaksi dusta terhadap sesama kita. Mengapa? Karena jika kita berdusta kita bisa merusak nama baik orang lain. Oleh karena itu hukum ke sembilan ini melindungi nama dan reputasi orang lain. Tidak seorang pun boleh membuat pernyataan palsu tentang sifat atau tindakan orang lain. Kita harus berbicara secara benar dan jujur tentang semua orang. Itulah yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus, yakni mengatakan sesuatu yang benar karena itu memang benar. “Jika ‘ya’ hendaklah kamu katakan ‘ya’, jika ‘tidak’ hendaklah kamu katakan ‘tidak’, apa yang lebih daripada itu berasal daripada si jahat (Matius 5:37). Dan Yakobus juga mengatakan, “Jika ‘ya’ hendaklah kamu katakan ‘ya’, jika tidak hendaklah kamu katakan ‘tidak’, supaya kamu jangan kena hukuman (Yakobus 5:12).


Ketika kita menyampaikan sesuatu tentang orang lain dan tidak terbukti kebenarannya, maka kita telah menjadi orang yang berpredikat sebagai pemfitnah. Seperti Yakobus, Raja Salomo juga berkata, bahwa “Orang yang tidak berguna menggali lobang kejahatan, dan pada bibirnya seolah-olah ada api yang menghanguskan (Amsal 16:27)

Beberapa tindak kriminal terjadi karena perbuatan bodoh, misalnya dengan sengaja membakar rumah sendiri. Pada akhir tahun 1993, sebagian wilayah California Selatan diselimuti asap hitam karena terjadi kebakaran besar yang disebabkan oleh orang yang membakar rumahnya sendiri. Hutan musnah, puluhan rumah hangus terbakar, binatang dan manusia kehilangan tempat tinggal.

Fitnah juga merupakan tindakan yang menghanguskan. Bersaksi dusta tentang sifat atau perbuatan seseorang merupakan perbuatan yang sangat tidak terpuji. Fitnah menghancurkan reputasi dan merusak suatu hubungan.

Dalam dramanya yang berjudul, Othello, Shakespeare menggambarkan betapa berbahayanya fitnah melalui tokoh Iago, yakni: Barangsiapa mencuri dompet saya berarti mencuri sampah; itu adalah sesuatu yang tidak berarti. Dulu milikku, tetapi sekarang jadi miliknya dan telah memperbudak ia. Namun, barangsiapa mencuri nama baik saya berarti merampok saya. Perbuatan ini tidak bisa membuat ia kaya, malahan membuat saya miskin.

Raja Salomo mengingatkan bahwa bibir seorang penghasut mengandung bisa "seolah-olah ada api yang menghanguskan" (Amsal 16:27). Sebaliknya, secara mencolok ia mengatakan bahwa perkataan yang menyenangkan adalah perkataan yang berhikmat, menyejukkan dan membangun kehidupan rohani yang sehat “Orang yang bijak hati disebut berpengertian, dan berbicara manis lebih dapat meyakinkan. Akal budi adalah sumber kehidupan bagi yang mempunyainya, tetapi siksaan bagi orang bodoh ialah kebodohannya. Hati orang bijak menjadikan mulutnnya berakal budi, dan menjadikan bibirnya lebih dapat meyakinkan. Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang. (Amsal 16:21-24).

Saat Anda tergoda untuk menjatuhkan reputasi sesama dengan kata-kata yang pedas, segeralah berdiam diri! Mintalah kepada Allah agar Dia menolong dan memberi Anda kemampuan untuk berbicara dengan kata-kata yang membangun, bukannya malah menghancurkan. Janganlah menjadi seorang penghasut. “Seperti api, perkataan dapat menghangatkan tetapi juga dapat menghanguskan”. Raja salomo juga berkata, “Bila kayu habis, padamlah api; bila pemfitnah tak ada, redalah pertengkaran (Amsal 26:20)

Untuk dapat memadamkan api, Anda harus memindahkan atau meniadakan bahan-bahan yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran. Sebagai contoh, salah satu metode yang sering digunakan untuk menanggulangi kebakaran hutan adalah dengan cara menghilangkan atau mencegah bahan-bahan yang mudah terbakar oleh api. Pada suatu batas tertentu yang telah diperkirakan, pohon-pohon yang ada di situ di tebang, kemudian dengan sengaja dibakar hingga ludes. Ketika api yang membakar hutan itu merambat datang pada batas tersebut, di sana tidak ada lagi kayu yang tersisa untuk terbakar. Dengan demikian kebakaran hutan lebih luas dapat dihambat dan dihentikan.

Alkitab mengajarkan kita bahwa karena kekurangan kayu "padamlah api" (Amsal 26:20). Hal ini mengacu pada pemadaman terhadap sesuatu yang jauh lebih mengerikan dibandingkan kebakaran suatu benda. Itulah api yang ditimbulkan oleh lidah yang tak bertanggung jawab, penuh dengan kepahitan dan menebar luka, yang terbakar di dalam hati orang-orang yang dihanguskan oleh panasnya. Betapa dalam dan parahnya luka yang dapat diakibatkan oleh apa yang kita ucapkan kepada orang lain! Keluarga dan persahabatan dapat menjadi retak dan orang-orang dilukai seumur hidupnya karena fitnah.

Betapa pentingnya umat Allah untuk memikirkan kembali perkataan mereka sebelum diucapkan! Dengan demikian kita dapat menghindari bahaya api yang dapat merusak hubungan kita dengan orang lain.

Dengan mempersembahkan lidah kita kepada Tuhan Yesus – karena hanya Dia saja yang mampu menguasainya – kita dapat memadamkan banyak api berbahaya yang dapat menyulut fitnah dan gosip. Saya sangat senang dengan perkataan: “Lebih Baik Memiliki Lidah Yang Tergigit Daripada Memiliki Lidah Yang Suka Menggigit.”

Dusta disebut sebagai ciri khas Iblis; dia sumber segala kebohongan (Kej 3:1-6; Kis 5:3; 2Tes 2:9-11; Wahyu 12:9). Dusta adalah dosa yang bertentangan dengan pikiran Allah, yang adalah kebenaran (Wahy 19:11). Acuh tak acuh terhadap dosa dusta merupakan salah satu tanda yang pasti dari keadaan yang tidak saleh, suatu petunjuk bahwa seseorang belum dilahirkan oleh Roh Kudus (Yoh 3:6) tetapi berada di bawah pengaruh Iblis selaku bapa rohaninya.

Di dalam Amsal 6:16-19 mengatakan bahwa ada tujuh hal yang dibenci Tuhan. “Enam perkara ini yang dibenci Tuhan, bahkan tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hatiNya: Mata Sombong, Lidah Dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari menuju kejahatan, seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara”.

Kita melihat bahwa dari ketujuh hal diatas yang dibenci dan menjadi kekejian bagi Tuhan, tiga diantaranya berhubungan dengan lidah. Kata “benci” dan “Kekejian” menunjukkan bahwa Tuhan sangat tidak menghendaki orang percaya untuk melakukan hal ini. Dan hal ini ditegaskan kembali dalam Amsal 12:22, “Orang yang Dusta bibirnya adalah kekejian bagi Tuhan.

Firman Tuhan juga berkata Iblis adalah bapa bagi para pendusta. Berarti ketika kita berdusta, kita bukan saja menjadi pengikut iblis, tetapi menjadikan iblis sebagai bapa kita “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila Ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala pendusta.” (Yohanes 8:44).

Dua orang penipu licik naik kereta api yang melintas antara New York dan Boston dan memilih seseorang yang kelihatannya kaya sebagai korban mereka. Sambil duduk di depan orang itu, mereka mengundangnya untuk bergabung dengan mereka bermain kartu. Tak lama kemudian korban yang tidak merasa curiga ini telah berhutang ratusan dolar kepada salah seorang pemain.

Pemenangnya setuju untuk menerima selembar cek, tetapi setelah menerima cek itu ia seakan-akan tertegur oleh hati nuraninya dan merobek cek itu. "Saya tidak pernah mengira engkau akan kehilangan banyak uang," katanya. "Mari kita batalkan saja semua yang telah kita lakukan." Terkesan dengan kemurahan hati orang itu, pria yang kalah itu mendesak untuk memberi selembar cek baru.

Belakangan, ketika ia menerima "rekening koran" (catatan pemasukan dan pengeluaran dari bank untuk nasabah,) ia menemukan bahwa kedua lembar cek itu telah diuangkan. Penipu licik itu tentu telah memasukkan cek pertama ke dalam sakunya dan merobek selembar kertas kosong. Tindakannya yang kelihatannya murah hati, ternyata merupakan suatu rencana tipuan yang licik.

Kita semua setuju bahwa tindakan seperti ini amat tercela. Namun kita harus mengakui dengan jujur bahwa kita semua memiliki kecenderungan untuk berdusta. Kita berdusta dengan mengenakan topeng sanjungan, mengedipkan mata dengan tidak semestinya, atau mengatakan bahwa kita hanya mencoba untuk berdiplomasi, tetapi sesungguhnya kita mengikuti teladan si Iblis, bapa segala dusta.

Betapa mudahnya kita berdusta! Hanya dengan sedikit membesar-besarkan fakta di satu sisi, menghilangkan rincian di sisi lain, atau dengan sikap diam yang menyesatkan, kita dapat merusak suatu kebenaran. Namun sesungguhnya kebenaran tetap merupakan landasan dan struktur vital dari semua hubungan antar manusia. Jika kerangka suatu kebenaran dihilangkan, maka masyarakat akan runtuh. Kemutlakan moral ini demikian nyata, sehingga penjahat sekalipun akan menghukum rekan-rekannya yang berdusta kepada mereka.

Perintah Allah yang kesembilan ini melarang kita melakukan tipu muslihat terhadap sesama dan mengaris bawahi kesakralan kebenaran dalam segala hal yang kita lakukan. Dua kata Ibrani yang digunakan untuk kata "dusta" dalam Keluaran 20:16 dan dalam Ulangan 5:20 berarti "tidak benar" dan "tidak jujur." Bersaksi dusta terhadap sesama, merupakan ekspresi ketidakjujuran dan ketidakbenaran.

Perintah ini juga mengupas dua motif dasar yang dibenci Allah -- kelicikan dan kesombongan. Ketika kita berdusta, biasanya hal ini dilakukan untuk mencampakkan orang lain pada sisi yang negatif atau menempatkan diri kita pada sisi yang positif. Tindakan pertama itu berasal dari kelicikan, sedangkan yang kedua berasal dari kesombongan.

Raja Daud pernah mengambarkan tentang kemerosotan moral yang ada pada saat pemerintahannya. Tetapi saya yakin bahwa ini sama seperti yang kita saksikan pada saat ini. “Tolonglah ya Tuhan, sebab orang saleh telah habis, telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia. Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan buibir yang manis dan hati yang bercabang. Biarlah Tuhan mengerat segala bibir yang manis dan setiap lidah yang bercakap besar” (Mazmur 12:2-4).

Memang ketika kesalehan sudah sangat sulit ditemukan, maka akibatnya orang akan menjadi pendusta, seorang terhadap yang lain. Pernyataan firman Tuhan “bibir yang manis” berarti orang yang sering mengatakan sesuatu yang tidak benar walaupun kedengaran sopan dan baik. Ini juga berarti bahwa orang tersut sudah terbiasa untuk mengatakan perkataan-perkataan yang palsu atau pujian-pujian yang palsu. Amsal 26:28 memperingatkan kita: “Lidah dusta membeci korbannya, dan mulut licin mendatangkan kehancuran”. Apabila kita senang memberikan perkataan-perkataan yang palsu kepada seseorang maka pada akhirnya kita akan mengalami kehancuran.

Saya seringkali melihat hal ini. Terutama dikalangan muda-mudi. Banyak mereka yang sangat pandai merayu dengan kata-kata yang manis, padahal rayuan dan pujian yang seringkali mereka lontarkan tidak benar-benar keluar dari lubuk hatinya yang paling dalam. Ada motivasi yang tidak benar dibalik semuanya itu. Biasanya hal ini dilakukan oleh kebanyakan pemuda untuk merayu kekasihnya.

Ketika kita diperhadapkan dengan situasi yang mungkin bisa membuat kita melakukan hal ini, maka ingatlah baik-baik bahwa, “Mulut licin mendatangkan kehancuran”(Amsal 26:28), dan “Orang yang menjilat sesamanya membentangkan jerat di depan kakinya.” (Amsal 29:5).





(Ferdy Manggaribet, MA)


Kekasih TUHAN !!!
Jadilah Berkat, Dengan Membagikan Semua Artikel Ini
Kepada Teman-Teman Anda.
TUHAN YESUS Memberkati Kita Semua,
AMIN

0 komentar:

Posting Komentar

wibiya widget

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis