S |
emua orang yang beriman sungguh kepada Yesus Kristus harus mengasihi sesama saudara seiman dengan kasih sungguh-sungguh, penuh kemurahan, dan kelembutan. Kita harus ikut memperhatikan kesejahteraan, kebutuhan, dan keadaan rohani semua saudara seiman serta ikut merasa simpati dan menolong mereka di dalam kesusahan dan persoalan. Kita harus saling menghormati, menghargai sungguh-sungguh hal-hal yang baik dari sesama orang percaya
Oleh karena itu, Yohanes menasihati kita (1 Yoh 4:7-8)untuk saling mengasihi, memperhatikan sesama kita dan berusaha memajukan kesejahteraan mereka. Yohanes tidak berbicara mengenai itikad baik, tetapi mengenai keputusan dan sikap untuk menolong orang lain.
Kisah berikut ini akan menceritakan tentang pentingnya kasih yang dapat mengubah keadaan. Saya percaya kita akan dihangatkan dan diyakinkan kembali dengan pesan yang terkandung di dalamnya.
Ada seorang wanita yang adalah anak tunggal dari sebuah keluarga sederhana yang tinggal dipinggiran kota Jakarta. Sejak kecil ia sering dimarahi oleh Ayahnya. Dimata sang Ayah, tak satupun yang dikerjakan olehnya benar. Setiap hari ia berusaha keras untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginan Ayahnya, namun tetap saja hanya ketidakpuasan sang Ayah yang ia dapatkan.
Pada waktu ia berumur 17 tahun, tak sepatah ucapan selamatpun yang keluar dari mulut Ayahnya. Hal ini membuat wanita itu semakin membenci Ayahnya. Sosok Ayah yang melekat dalam dirinya adalah sosok yang pemarah dan tidak memperhatikan dirinya.
Akhirnya ia memberontak dan tak pernah satu hari pun ia lewati tanpa bertengkar dengan Ayahnya. Beberapa hari setelah ulang tahun yang ke-17 Ayah wanita itu meninggal dunia akibat penyakit kanker yang tak pernah ia ceritakan kepada siapapun kecuali pada istrinya. Walaupun merasa sedih dan kehilangan, namun di dalam diri wanita itu masih tersimpan rasa benci terhadap Ayahnya. Suatu hari ketika membantu ibunya membereskan barang-barnag peninggalan almarhum, ia menemukan sebuah bingkisan yang dibungkus dengan rapi dan diatasnya tertulis, “Untuk anakku tersayang”. Dengan hati-hati diambilnya bingkisan tersebut dan mulai membukanya.
Di dalamnya terdapat sebuah jam tangan dan sebuah buku yang telah lama dia idam-idamkan itu. Disamping kedua benda itu, terdapat sebuah kartu ucapan berwarna merah muda, warna kesukaannya. Perlahan ia membuka kartu tersebut dan mulai membaca tulisan yang ada di dalamnya, yang ia kenali betul sebagai tulisan tangan Ayahnya.
“Ya Tuhan, terima kasih karena Engkau mempercayai diriku yang rendah ini untuk memperoleh karunia terbesar dalam hidupku. Ku mohon ya Tuhan, jadikan buah kasih hamba-Mu ini orang yang berarti bagi sesamanya dan bagi- Mu. Jangan Kau berikan jalan yang lurus dan luas membentang. Berikan pula jalan yang penuh liku dan duri, agar ia dapat meresapi kehidupan dengan seutuhnya. Sekali lagi ku mohon ya Tuhan, sertailah anakku dalam setiap langkah yang ia tempuh. Jadikan ia sesuai dengan kehendakMu. Selamat ulang tahun anakku. Doa Ayah selalu menyertaimu.”
Meledaklah tangis sang anak usai membaca tulisan yang terdapat dalam kartu tersebut. Ibunya menghampiri dan mananyakan apa yang terjadi. Dalam pelukan ibunya, ia menceritakan semua tentang bingkisan dan tulisan yang terdapat dalam kartu ualng tahunnya. Ibu wanita itu akhirnya menceritakan bahwa Ayahnya memang sengaja merahasiakan penyakitnya dan mendidik anaknya dengan keras agar sang anak menjadi wanita yang kuat, tegar dan tidak terlalu kehilangan sosok Ayahnya ketika ajal menjemput akibat penyakit yang diderita......
Kisah ini mengajarkan kepada kita agar tidak selalu melihat apa yang kita lihat dengan kedua mata kita. Lihatlah juga segala sesuatu dengan mata hati kita. Apa yang kita lihat dengan kedua mata kita terkadang tidak sepenuhnya seperti apa yang sebenarnya terjadi. “Kasih seorang Ayah, seorang ibu, saudara-saudara, orang-orang yang disekitar kita, dan terutama kasih Tuhan di limphkan kepada kita dengan berbagai cara. Sekarang tinggal bagaimana kita menerima, menyerap, mengartikan dan membalas kasih sayang itu”.
Tindakan kasih harus berlangsung dalam dua arah. Setiap tindakan kasih haruslah disambut dengan hangat, karena bila tidak, dapat dianggap sebagai suatu penolakan dan akan meninggalkan parut luka. Tidak ada yang lebih penting daripada membalas dengan kasih terhadap seruan kasih dari mereka yang dekat dengan dan sangat berharga bagi kita Kasih adalah sesuatu yang sangat penting untuk mencapai suatu perdamaian, karena “kasih itu sabar, dan tidak menyimpan kesalahan orang lain” (I Kor. 13:4-5).
Dalam kasih, umat percaya juga dapat mengasihi musuh. “Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka” (Lukas 6:32).
Kasih adalah unsur penting untuk mencapai perdamaian, karena kasih tidak mendendam tapi kasih adalah kesabaran, kasih adalah yang mengampuni. Menurut David Augsburger, Mengasihi musuh tidak berarti mengasihi lumpur yang didalamnya terdapat mutiara, tetapi mengasihi mutiara yang terdapat dalam lumpur itu.”
Kasih yang harus dimilki oleh orang percaya adalah kasih agape, yaitu kasih yang mulia. Seperti yang disampaikan oleh Gene A Gwtz, yakni “kasih yang bertindak menurut cara yang pantas, kasih yang melakukan hal yang benar, tidak peduli bagaimana keadaan perasaan kita pada waktu itu.”
Contoh yang paling luar biasa mengenai kasih adalah Kristus. “Kristus menunjukkan kasih seperti itu ketika berjalan menuju ke salib dan menderita untuk umat manusia, meskipun batin-Nya menginginkan untuk melepaskan diri dari siksaan dan kesengsaraan (Mat. 26:38,39).”
Dalam surat Paulus ia juga menyinggung tentang kasih seperti dalam suratnya kepada jemaat di Korintus. “Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, kasih tidak cemburu, kasih tidak boleh memegahkan diri…kasih tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain…” (I Kor. 13:4-7).
Dalam I Yoh. 4:19-21 juga dengan jelas bagaimana kasih itu menjadi hal yang penting dalam hubungannya dengan sesama manusia.
“Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seseorang berkata, aku mengasihi Allah, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.”
Demikian pernyataan dari Yohanes yang menjelaskan bahwa kasih kepada sesama adalah tanda kasih kepada Allah.
Petrus juga mengatakan hal yang sama, bahwa kasih menjadi hal yang penting dalam hubungannya dengan sesama manusia / saudara. “Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain sebab kasih menutupi banyak sekali dosa” (I Petrus 4:8).
Tuhan Yesus mengajarkan, tentang kasih sebagai berikut: “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Baik Paulus, Yohanes, Petrus maupun Tuhan Yesus mengajarkan betapa pentingnya kasih itu dalam kehidupan orang percaya. George Verwer mengatakan “kasih adalah ciri khas seorang murid sejati.”
Sedangkan Tullus Tu’u menguatkan pernyataan ini dengan mengatakan bahwa “bukti seorang murid Kristus adalah jika ia mengasihi sesamanya.”
Memang pada dasarnya prinsip hidup Kristen adalah kasih. Kasih sajalah yang bisa menciptakan suatu perdamaian. Dan kasih juga dapat menumbuhkan keyakinan bahwa perdamaian pasti dapat diraih.
Kasih juga tidak menimbulkan permusuhan. Dengan mengingat ajaran Tuhan Yesus “kasihilah musuhmu” dan “jikalau seorang menampar pipi kirimu barikan juga pipi kananmu.” Menjadi jelas bahwa kasih memang sangat efektif dalam menciptakan suatu perdamaian. Karena kasih, umat percaya menghindari permusuhan, dendam, kebencian.
Kasih memiliki kekuatan yang luar bisa. Namun manusia sering tidak mampu mengerti kasih itu dan hidup dalam permusuhan, dendam, dan kebencian. Tanpa kasih manusia cenderung untuk membalas, menyerang, membenci dan menaruh dendam kalau ada orang yang menyakiti, merugikan dan merendahkannya. Sebaliknya, kalau ia memiliki kasih dan mempraktekkannya, maka kasih itu dapat menyelesaikannya.
Pada kenyataannya kasih itu penting dalam menjalani hubungan antar sesama manusia. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menginginkan perdamaian antar sesama manusia. Tuhan Yesus mengingatkan akan pentingnya kasih, sebab dengan kasih, orang percaya dapat menghindari permusuhan dan kebencian. Dan berdasarkan kasih maka kita juga dapat mengampuni.
Dengan kasih, akan terbuka pintu pengampunan. Seperti permohonan Paulus kepada Filemon untuk mengampuni budaknya yang memang telah melakukan kesalahan kepadanya.
Onesimus (budak) dapat dihukum dengan pukulan, malahan dengan hukuman mati di arena binatang-binatang buas ataupun pada kayu salib. Dan jika Paulus memohon supaya Onesimus diberi pengampunan (Fil. 12’17), itu menunjukkan kasih itu tidak bersikap acuh tak acuh terhadap struktur sosial. Dengan demikian, hal ini akan berdampak kepada seluruh lapisan masyarakat dan peraturan-peraturan yang ada sekalipun tidak akan luput dari pengaruh kasih. Jadi kasih tidak sekadar menyebabkan perubahan hati, tetapi juga menyangkut perbuatan-perbuatan yang nyata.
Kasih merupakan hal yang penting untuk perdamaian. Karena dengan kasih, Filemon meluputkan hukuman bagi Onesimus, dan dengan kasih pula, Filemon mengampuni Onesimus.
Itulah sebabnya sebelum Paulus memohon perdamaian, Paulus melandasi permohonannya dengan kasih yang dimiliki oleh seorang kristiani yaitu Filemon.
Paulus mengetahui bahwa Filemon mengasihi semua orang kudus (5), akibatnya Onesimus harus juga tercakup dalam kasihnya itu.
Permohonan Paulus supaya Onesimus diampuni (ayat 12,17), bukan hanya berakibat dalam bidang rohani saja, tetapi juga secara nyata; karena tentu saja kasih itu akan menyentuh dan manjadi konkrit dalam hubungan sosial serta dalam peraturan-peraturan hukum. Oleh karena itu, Paulus memohon supaya Filemon lebih menyatakan kasih daripada melaksanakan haknya.
Sebenarnya Filemon berhak untuk menghukum Onesimus. Tetapi Paulus memperingatkan bahwa dalam persekutuan dengan Kristus bukan hukum atau kebiasaan itu yang menjadi kaidah, melainkan kasih.
Dengan demikian jelaslah bahwa Paulus meminta Filemon menanggalkan haknya untuk menghukum Onesimus tetapi hendaknya Filemon mengasihi Onesimus.
Dalam hal ini, Filemon tidak menggunakan haknya, yaitu seorang tuan berhak menghukum budaknya apabila budak itu bersalah bahkan hukuman mati boleh dilaksanakan. Oleh kasihnya, Filemon tidak melakukan hal ini. Oleh karena kasih saja, Filemon dapat berdamai kembali dengan Onesimus.
Selain itu, orang percaya harus mengasihi orang lain dengan mengingat beberapa hal:
a. Orang Kristen harus meneladani Allah (Mat. 5:43-45, Ef. 5:2, I Yoh 4:11) dimana Yesus mengasihi umat percaya. Oleh sebab itu, umat percaya harus meneladani Dia yang terlebih dahulu mengasihi.
b. Bagi Dia, saudara adalah orang yang untuknya Kristus telah mati (Roma 14:15; I Kor. 8:11) yaitu dengan mengingat bahwa Kristus telah mati juga untuk saudara-saudara orang yang lain/umat percaya.
c. Dengan melihat diri saudara yang lain, yaitu Kristus sendiri “…Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Matius 25:40).
Kasih merupakan ciri khas kehidupan orang Kristen. Perilaku saling mengasihi ini, yang terwujud dalam persekutuan iman Kristen (Ef. 4:2; Flp. 2:1) adalah ciri khas dari realita kemuridan Kristus bagi dunia luar (Yoh 13:35). Dengan berlandaskan kasih, perdamaian bisa tercapai.
Oleh karena itu, diatas segala-galanya kita harus membiarkan kasih membimbing kita untuk menyelesaikan suatu masalah. Dengan kasih kita mengetahui bagaimana memperhatikan kepentingan orang lain (Kol. 2:4-11).
Kasih mengetahui kapan kita harus mengesampingkan hak-hak kita. (Rm. 12:10; Flp. 2:3; Mat. 5:40-42). Kasih juga mengetahui kapan saat terbaik untuk mengalah terhadap orang lain dan melayani orang lain ( Ef. 5:21; Mrk. 10:43-45; Yoh. 13:14).
Kasih adalah kunci untuk menyelesaikan konflik kita dan untuk hidup dalam pengampunan, mengampuni dan diampuni.
Kasih merupakan hal yang penting dalam menyelaraskan konflik. Hanya dengan kasih konflik bisa teratasi dengan baik. Kasih itu sabar. Dengan kesabaran maka umat percaya akan terhindar dari pertengkaran/permusuhan. Kasih itu tidak sombong.
Kesombongan adalah salah satu yang merintangi untuk menyelesaikan konflik. Dengan kasih berarti tidak memiliki kesombongan. Kasih tidak menyimpan kesalahan orang lain dan tidak menginginkan balas dendam.
Jika orang percaya memiliki kasih yang murni maka perdamaian pasti akan terjadi. Karena dengan kasih kita akan terhindar dari permusuhan, pembalasan dendam, amarah, hukuman.
Pdt. Ferdy Manggaribet, MA
Pdt. Ferdy Manggaribet, MA
0 komentar:
Posting Komentar