Surat Filemon dapat memberikan suatu keteladanan tentang pengampunan. “Surat Filemon memberikan sebuah teladan yang indah dan praktis tentang bagaimana pengampunan Kristen dapat diterapkan pada situasi yang nyata dimana suatu kesalahan yang serius telah dilakukan.
Kisah berikut ini akan menceritakan tentang pengampunan yang berdampak kepada pemulihan dan perdamaian dalam keluarga.
Ada sebuah rumah kecil yang sederhana, tetapi cukup layak untuk ditinggali. Rumah yang terletak di tepi jalan yang berdebu itu memiliki sebuah ruangan yang besar. Atapnya bercat merah, tak jauh beda dengan warna cat rumah penduduk miskin disekitarnya. Letaknya dipinggiran sebuah desa di Brasil. Rumah kecil itu tampak nyaman.
Maria dan putrinya Christina, telah berusaha menambah semarak dinding rumah yang berwarna kelabu dan menghangatkan ruangan yang berlantai tanah itu dengan memasang sebuah kalender kuno, sebuah foto keluarga yang lusuh, dan sebuah salib dari kayu. Perabot yang ada pun sangat sederhana; sebuah kasur jerami, sebuah baskom, dan sebuah kompor berbahan bakar kayu.
Suami Maria meninggal ketika Christina masih bayi. Ibu muda itu bersikeras untuk tidak menikah lagi. Ia pun segera mencari pekerjaan agar dapat membesarkan putrinya. Dan sekarang, lima belas tahun kemudian, masa-masa yang berat itu telah berlalu. Meskipun gaji Maria sebagai seorang pramuwisma tidak mampu memberikan kehidupan yang mewah, tetapi ia sanggup memenuhi akan kebutuhan makanan dan pakaian. Sekarangpun Christina sudah cukup umur untuk bekerja, sehingga dapat menopang kehidupan mereka.
Sebagian orang mengatakan bahwa Christina mewarisi sifat mandiri ibunya. Ia menolak pemikiran tradisional tentang menikah dan membangun rumah tangga pada usia muda. Bukan karena ia tidak mampu untuk mendapatkan tambatan hati. Kulitnya yang indah dan matanya yang berwarna coklat memberi peluang besar baginya untuk memperoleh kekasih. Ia mampu menghangatkan ruangan lewat senda guraunya. Ia juga memiliki daya tarik yang jarang dimiliki oleh kaum wanita, yakni membuat kaum pria menjadi seperti raja bila ada di dekatnya. Keingintahuan yang ada dalam dirinya membuat ia tak mau terikat oleh pria.
Ia sering mengutarakan keinginan untuk marantau ke kota. Ia berangan-angan untuk menggapai kebahagiaan yang ditawarkan oleh kehidupan di kota besar. Namun keinginannya itu membuat ibunya takut. Maria selalu mengingatkan putrinya tentang betapa kerasnya kehidupan di jalanan kota besar. “Orang tidak mempedulikanmu disana. Perkerjaan sulit didapat dan kehidupan yang ditawarkan pun sangat kejam. Disamping itu, apa yang hendak kamu kerjakan disana untuk memenuhi kehidupanmu?”
Maria tahu pasti apa yang akan dilakukan, atau apa yang terpaksa dilakukan Christina untuk menyambung hidup di kota. Itulah sebabnya hati Maria merasa tercabik-cabik tatkala suatu pagi ia tidak mendapati putrinya lagi. Ia tahu kemana putrinya pergi. Ia juga tahu apa yang harus dilakukannya untuk mencari Christina. Segera dimasukkannya pakaian ke dalam tas, dikumpulkannya semua uang yang dimilikinya, dan segera meninggalkan rumah.
Dalam perjalanannya menuju terminal bus, Maria mampir ke sebuah toko untuk mendapatkan satu benda lagi. Foto. Ia masuk keruangan pemotretan, menutup tirai dan mengambil gambar sebanyak yang dapat dibayarnya. Dengan dompet yang dipenuhi foto hitam putih berukuran kecil, Maria naik bus yang akan mengantarnya ke Rio de Janeiro.
Ia yakin Christina belum tahu cara mencari uang. Ia juga tahu putrinya terlalu keras kepala untuk menyerah begitu saja. Ketika harga diri diadu dengan perut kosong, manusia cenderung melakukan hal-hal yang tak terpikirkan sebelumnya.
Dengan pemikiran seperti itu Maria mulai mencarinya di bar-bar, hotel-hotel, klub-klub malam, atau tempat-tempat yang terkenal sebagai pusat orang-orang jalanan atau para pelacur. Ia mengunjuingi semua tempat itu. Dan pada semua tempat ia meninggalkan foto dirinya, ditempel pada cermin di kamar kecil, di papan pengumuman hotel, dan disudut telepon umum. Pada bagian belakang masing-masing foto ia memberi catatan. Tidak terlalu lama kemudian uang dan foto dirinya habis, dan Maria harus pulang. Ibu yang sudah letih itu meneteskan air mata tatkala meninggalkan kota itu.
Beberapa minggu kemudian, tampak Christina menuruni tangga sebuah hotel. Wajah mudanya tampak lelah. Matanya yang berwarna coklat tak lagi memancarkan keceriaan masa muda, melainkan menyiratkan kepedihan dan ketakutan. Tawanya tak ada lagi. Impiannya beruba menjadi mimpi buruk yang manakutkan. Sudah lebih dari seribu kali ia rindu untuk melepaskan profesinya sebagai pelacur dan pulang kerumahnya yang penuh damai. Namun desanya sangat jauh dari tempat ia berada saat ini.
Ketika Christina sampai ke anak tangga yang paling bawah, matanya terpana pada gambar sosok yang sangat dikenalnya. Ia melihat foto ibunya yang berukuran kecil tertempel pada cermin yang ada di lobi hotel tersebut. Matanya terasa panas dan tenggorokannya tersekat tatkala berjalan melintasi ruangan dan mengambil foto tersebut. Tulisan di belakang foto itu membuatnya semakin rindu untuk pulang. “Apa pun yang telah kamu lakukan, menjadi seperti apa pun dirimu saat ini, bukan masalah. Pulanglah, Nak!” Dan ia pun pulang. (Max Lucado).
Melakukan perdamaian dengan mereka yang terpisah dari kita memang akan mengalami kesulitan. Tetapi bukan berarti tidak bisa. Ini akan berlainan dari situasi yang satu kesituasi yang lain. Tetapi jika ada seorang anggota keluarga, kerabat jauh, mantan karyawan, atau barangkali seorang mantan teman yang telah kita hindari karena kita mempunyai rasa permusuhan, maka kita perlu memulihkan kembali hubungan itu. Kita mungkin harus memulainya dengan memohon maaf.
Betapapun cara kita melakukannya, kita harus berusaha sedapat-dapatnya untuk memulihkan persekutuan dengan orang-orang yang telah menyakiti kita. Selekasnya pengampunan kita diselesaikan, perdamaian akan mudah.
Pengampunan adalah jalan untuk menuju suatu perdamaian. Tetapi banyak orang Kristen sulit menerima orang yang bersalah. Everett L. Warthington, Jr mengatakan, bahwa “salah satu sikap yang paling sulit dipertahankan oleh kebanyakan orang Kristen ialah sikap menerima. …Orang Kristen sering memandang orang yang kelakuannya yang tidak sesuai dengan kebenaran itu sebagai orang tidak berharga.
Ada suatu keluarga yang mengalami hal ini. Mereka adalah keluarga yang takut akan Tuhan. Tetapi mereka diizinkan Tuhan untuk mengalami suatu masalah dalam keluarga yang seharusnya bisa membuat mereka tidak mengampuni apa yang telah dilakukan oleh Ayah mereka. Tetapi karena mereka takut akan Tuhan dan percaya bahwa hanya dengan mengampuni, mereka akan tetap hidup dalam suasana damai sejahtera.
Tujuh belas tahun yang silam, tanpa sebab yang jelas Ayah meninggalkan kami. Pada waktu itu saya baru berumur lima Tahun. Saya tinggal bersama dengan Ibu dan kakak perempuan saya.
Sebelum Ayah pergi, ibu hanya tinggal di rumah mengurus kami berdua sebagai Ibu rumah tangga yang baik, meskipun sebenarnya ia adalah seorang sarjana ekonomi. Ayah memang tidak mengijinkan Ibu bekerja, karena penghasilan Ayah saja sudah mencukupi kebutuhan kami sekeluarga, bahkan kami bisa membeli sebuah sepeda motor.
Saya tidak pernah mengira kalau Ayah akan meningalkan kami. Saya tahu persis Ayah dan Ibu tidak pernah bertengkar. Mereka rajin beribadah kepada Tuhan. Setiap hari minggu Ayah selalu mengajak kami semua untuk pergi ke gereja. Dan setiap malam sebelum kami beranjak tidur, Ayah selalu mengajak kami untuk bersaat teduh dan berdoa bersama.
Sampai suatu hari Ayah meninggalkan kami tanpa sebab yang jelas. Tak ada pesan. Tak ada ciuman seperti biasanya bila ia akan meninggalkan kami. Kami sangat bingung dan kuatir. Ibu bertanya kepada teman-teman kantor Ayah dan juga para saudara, tetapi mereka juga tidak tahu kemana Ayah pergi. Setiap senja kami menunggu kalau-kalau Ayah pulang, namun kami selalu teridur dengan rasa kecewa.
Waktu beralu demikian berat tanpa kehadiran seorang Ayah yang baik dan penuh perhatian. Ibu memutuskan untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan kami. Tetapi, Ibu juga tak pernah melalaikan kami anak-anaknya. Perhatian Ibu selalu cukup bagi kami. Kami juga tak pernah melupakan Tuhan. Kami rajin beribadah meskipun tanpa Ayah. Setiap malam kami juga tetap bersaat teduh dan berdoa. Kami selalu menangis bila berdoa untuk Ayah.
Tahun-tahun telah berlalu, tetapi Ayah tak juga pulang. Teman-teman Ibu dan juga para saudara menyarankan agar Ibu menikah lagi dan berhenti mengharapkan Ayah kembali. Namun Ibu selalu menolak. Ibu selalu mengatakan bahwa janji pernikahan yang diucapkan di depan Tuhan hanya boleh dipisahkan oleh kematian dan Ibu yakin Ayah masih hidup disuatu tempat. Ibu memilih sendiri membesarkan kami berdua. Ibu tak pernah menyalahkan kepergian Ayah. Ibu selalu yakin bahwa semua yang terjadi tak lepas dari campur tangan Allah dan semua itu terjadi pasti ada maksud Tuhan yang tersembunyi. Ibu juga menasehati kami agar tidak mendendam kepada Ayah, tetapi agar kami mengampuninya bila kelak ia kembali. Kami terus berharap dan setia menunggu jawaban dari Tuhan. Seperti seorang janda dalam Lukas 18:1-8, yang tak pernah lelah meminta kepada seorang hakim yang lalim. Kami percaya Tuhan Yesus yang jauh lebih baik akan mengabulkan doa kami.
Tujuh belas tahun telah genap. Kakak sudah menjadi dokter dan saya sudah duduk di semester akhir fakultas hukum. Kami tahu betapa berat jalan yang sudah kami lewati. Meskipun demikian kami tetap berdoa untuk Ayah. Kami rindu Ayah dapat berkumpul kembali bersama kami sebelum saya di wisuda nanti.
Suatu malam, ketika kami baru saja menyelesaikan waktu teduh kami, pintu diketuk seseorang. Ibu membukanya. Sesaat kami melihat Ibu tertegun. Kami segera berdiri dan ingin tahu siapa yang datang. “Ayah…!” saya dan kakak berteriak dan segera berlari memeluk Ayah. Meskipun ia kelihatan tua, tetapi kami tidak melupakan wajahnya. Malam itu kami menumpahkan segenap kerinduan yang telah begitu lama tersimpan. Kami tidak menanyakan kenapa Ayah pergi. Kami percaya bahwa itu diijinkan Tuhan terjadi untuk mendatangkan kebaikan bagi kami. Asal kami tidak menjadi lemah, Tuhan Yesus akan membuat segala sesuatu indah pada waktunya.
Satu hal yang mungkin sering kita lupakan, bahwa doa dan pergumulan kita akan berakhir dengan kebahagiaan asal kita telah siap menerima jawabab atas doa kita. Bila Anda ditinggalkan, disakiti oleh orang yang Anda kasihi dan Anda ingin ia kembali, terlebih dahulu Anda harus mengampuninya dan siap menyambutnya sebagaimana ia sebelum meninggalkan dan menyakiti Anda.
Kepahitan hidup terkadang demikian dalam dan sangat menyakitkan, sehingga teramat sulit untuk mengampuni mereka yang menimbulkan kepahitan tersebut. Namun Yesus berkata bahwa kita tidak akan mengalami pengampunanNya bila kita tidak memiliki roh yang mengampuni.
Pada Perang Dunia II, Corrie Ten Boom dan saudara perempuannya Betsie ditahan karena menyembunyikan orang Yahudi dan dikirim ke suatu kamp konsentrasi di Jerman. Betsie akhirnya meninggal perlahan-lahan dan menggenaskan akibat perlakuan kejam yang dialaminya.
Kemudian, pada tahun 1947, Corrie berbicara tentang pengampunan Allah di sebuah gereja di Munich. Setelah itu, seorang pria mencarinya. Ia mengenali pria tersebut sebagai salah seorang pengawal yang memperlakukan Betsie dan dirinya secara kejam. Pria itu mengatakan bahwa ia telah menjadi seorang Kristen, dan dengan tangan terulur pria tersebut memohon pengampunannya.
Corrie bergumul dengan perasaannya, namun ketika ia ingat akan kata-kata Yesus dalam Matius 6:15, ia tahu bahwa ia harus mengampuni. Ia berdoa dalam hati, "Yesus, tolonglah saya!" dan mengulurkan tangan untuk berjabatan dengan orang yang dahulu menyiksanya. (sabda)
Seseorang pernah berkata, "Pengampunan bukanlah suatu kasus 'amnesia (kelupaan akibat suatu peristiwa ) kudus' yang dapat menghapus riwayat di masa lampau. Sebaliknya, pengampunan adalah proses penyembuhan seperti mengeluarkan racun dari luka."
Allah meminta kita untuk melakukan pada orang lain hal yang sama dengan apa yang telah diperbuatNya untuk kita melalui Yesus Kristus. Dia akan memberi kita kekuatan untuk mengampuni.
Hanya dengan pengampunan, maka kita bisa menerima kembali orang yang telah menyakiti kita.. Pengampunan adalah hal yang luar biasa. Goldie Brishol memeberi pengertian tentang pengampunan sebagai berikut:
Jelaslah, melalui pengertian tentang pengampunan ini, kita orang percaya diminta oleh Tuhan untuk mengampuni apa yang telah dilakukan orang lain dan berhenti untuk menyalahkan mereka atau merasa dendan terhadap mereka. Dengan demikian persatuan di dalam Kristus menjadi erat bahkan perdamaian ini menjadi kesaksian bagi dunia.
Memang sikap pengampunan itu sulit karena kecenderungan manusia itu adalah sikap untuk membalaskan dendam. Maka tidak heranlah, banyak terjadi perang antar keluarga, antar suku, antar kelompok yang diawali oleh karena konflik individu dan tidak diselesaikan dengan suatu perdamaian, karena tidak mau mengampuni.
Salah satu karakteristik dari orang percaya adalah mau mengampuni. David Augsburger mengatakan, bahwa “Pengampunan adalah cara yang dipakai Allah untuk memulihkan hubungan kita dengan Dia dan seharusnya itu juga merupakan cara kita untuk memulihkan hubungan dengan orang lain. Kita saling mengampuni seperti Allah di dalam Kristus sudah mengampuni kita.”
Seorang mahasiswa sebuah seminari di selatan Chicago biasanya mengemudikan bis dalam perjalanan ke sekolah. Pada satu hari, komplotan pemuda yang bengis naik ke bisnya dan menolak untuk membayar ongkos. Pemuda ini segera menghentikan bisnya setelah melihat seorang polisi dan melaporkan gerombolan pemuda berandal ini. Setelah berhasil menyuruh mereka membayar, polisi itu pun pergi. Ternyata setelah membelok di sebuah tikungan, gerombolan tersebut menghentikan bis dan memukuli pemuda itu berulang kali.
Komplotan ini berhasil ditangkap, diajukan ke pengadilan dan dinyatakan bersalah. Segera setelah hukuman mereka diumumkan, mahasiswa tersebut meminta izin kepada hakim untuk melayani mereka selama di penjara. Hakim dan anggota komplotan itu menjadi terkejut. "Hal ini saya lakukan karena saya mengampuni mereka," jelasnya. Permintaannya ditolak, namun pada bulan-bulan berikutnya, ia mengunjungi anak-anak muda ini dan berhasil membawa beberapa dari mereka untuk percaya kepada Yesus Kristus.
Ketika saudara-saudara Yusuf berdiri di hadapannya di Mesir untuk meminta makanan, Yusuf menghadapi pergumulan yang berat. Bertahun-tahun yang silam, orang-orang inilah yang telah merencanakan untuk membunuhnya, dan sekalipun akhirnya mereka berubah pikiran, mereka menjualnya sebagai budak. Saat ini Yusuf berada dalam posisi memegang kekuasaan dan memiliki kesempatan untuk membalas dendam.
Yusuf dikisahkan menangis dalam beberapa pasal, dalam beberapa keadaan. Ini mau menunjukkan bahwa pengampunan itu memang bukan sesuatu hal yang mudah. Yusuf diperhadapkan dengan situasi dimana ia harus mengampuni saudara-saudaranya yang telah membuatnya menderita bertahun-tahun; mereka berniat untuk membunuhnya, memasukkannya kedalam sumur, bahkan akhinya menjualnya senbagai budak.
Dapat kita bayangkan bagaimana Yusuf berseru meminta pertolongan ketika ia di dalam sumur, bagaimana ia sedang menangis ketika mulai diikat dan sebagai budak mulai diseret oleh yang membelinya.
Sebenarnya dengan mudah, yusuf bisa saja memanggil pengawalnya dan menghukum mereka sebagai mata-mata dan menyelesesaikan dendamnya. Tetapi Yusuf mengambil suatu keputusan yang luar biasa, yakni mengampuni saudara-saudaranya. Dan sebagai akibatnya, keluarga besar Yusuf dipulihkan. Dan keluarga Yakub pun mendapatkan tanah penggembalaan di Gosen.
Lepaskan pengampunan, maka Tuhan akan memberkati engkau dan pasti kehidupanmu akan senantiasa diwarnai dengan sukacita dan damai sejahtera.
Apakah Anda telah melakukan kesalahan? Sebagaimana Anda percaya bahwa Kristus mengampuni Anda, mintalah kepadaNya kemampuan untuk mengampuni orang lain.
Salah satu contoh kebencian yang pernah saya baca dalam sebuah artikel, yakni tertera dalam sebuah surat wasiat yang ditulis oleh Bapak Donohoe pada tahun 1935. Bunyinya, "Kepada kedua putriku, Frances Marie dan Denise Victoria. Berdasarkan sikap yang tidak pantas terhadap Ayah yang penuh cinta,.... saya mewariskan uang sejumlah 1 dolar per orang dan kutukan seorang Ayah. Semoga hidup mereka penuh dengan kesedihan, ketidakbahagiaan, dan derita yang dalam. Semoga kematian segera menghampiri mereka dengan ganas dan membelit secara perlahan."
Kalimat terakhir dari wasiat tersebut begitu menakutkan "Semoga jiwa mereka masuk neraka dan menderita siksaan-siksaan abadi."
Kutukan seperti itu tidak muncul karena sesuatu hal yang terjadi dalam sehari. Kutukan itu tumbuh dalam waktu yang lama. Kita seharusnya tidak boleh mengizinkan jiwa kita menjadi lahan yang subur untuk menanam benih-benih kebencian.
Dunia yang penuh hal-hal baik akan datang sendiri kepada kita bila kita berpedoman pada kata-kata Paulus, "Janganlah matahari terbenam sebelum padam amarahmu" (Efesus 4:26). Dan Yakobus memberi kita bimbingan yang bijaksana ketika ia berkata agar kita, "hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah" (Yakobus 1:19-20).
Jangan lupa bahwa, "Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah pembunuh manusia" (1Yohanes 3:15). Oleh karena itu, betapa pentingnya untuk tidak pernah membesarkan buah kebencian yang pahit!
Prinsip pengampunan adalah ajaran kristiani. Karena Allah sudah mengampuni umat percaya terlebih dahulu, maka umat percaya juga harus mengampuni yang lain.
Dengan pengampunan bisa memulihkan hubungan yang telah rusak. Sebaliknya, kebencian, pembalasan dendam, kepahitan akan menimbulkan permusuhan. Orang percaya harus menghindari permusuhan, kebencian, kepahitan dan dendam. Rasul Paulus memberikan perintah khusus tentang soal mengampuni ini.
Segala kepahitan (kebencian), kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu” (Ef. 4:31-32).
Karena itu sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemah lembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain, apabila seorang menaruh dendam terhadap yang lain sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian dan diatas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan (Kol. 3:12-14)
Sikap pengampunan sangat penting karena dalam pengampunan tidak ada kebencian, kepahitan, dendam dan sakit hati. Pengampuan dapat menjalin atau memulihkan hubungan yang lebih baik lagi dari sebelumnya. David Augsburger mengatakan, bahwa “Pengampunan belum selesai sampai persahabatan yang rusak diperbaiki. Dan pengampunan yang mempersatukan kembali seharusnya menghasilkan kesatuan yang lebih dalam dan lebih kuat dari waktu yang sebelumnya.”
Jelaslah bahwa dengan pengampunan ada suatu hubungan baru yang lebih kuat dari sebelumnya. Dengan pengampunan ada perdamaian
Firman Tuhan mengajarkan kepada umat percaya mengenai pengampunan yang terus menerus. “Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: aku menyesal, engkau harus mengampuni dia (Lukas 17:4).
Firman Tuhan mengajarkan bawa pengampunan itu adalah dasar hidup iman Kristen. Tidak perduli berapa kali orang itu bersalah dan berapa kali ia minta ampun, pada prinsipnya pengampunan itu adalah dasar dari kehidupan orang Kristen. Alkitab memiliki jawaban terbaik terhadap pertanyaan bagaimana mengampuni, yakni: Dengan mengampuni orang lain sebagaimana Allah telah mengampuni kita.
Pikirkanlah tentang karunia dan pengampunan Allah yang telah diberikan kepada kita melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib ketika kita masih berdosa (Roma 5:8). Pikirkanlah tentang Yesus saat Dia berdoa bagi penyalib-Nya, "Bapa, ampuni mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Lukas 23:34). Pikirkanlah tentang pengampunan yang diberikan Allah kepada kita ketika kita bertobat dan mengakui dosa-dosa kita (1Yohanes 1:9). Pikirkanlah tentang bagaimana Roh Kudus menolong kita melaksanakan perintah Paulus, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu" (Efesus 4:32).
Sebenarnya, kita tidak membutuhkan teknik baru tentang pengampunan. Metode kuno ini, metode Allah, benar-benar ampuh bila kita mau menggunakannya dengan sungguh-sungguh.
Saya tidak mengatakan, bahwa mengampuni itu mudah. Mengampuni itu adalah suatu ke[putusan yang berat namun harus dilakukan.
Jika pengampunan sungguh-sungguh diterapkan, maka perang, balas dendam, akar pahit, permusuhan, pertikaian, kebencian tidak akan terjadi.
KARENA KITA SEMUA MEMBUTUHKAN PENGAMPUNAN KITA HARUS MEMILIKI HATI YANG MENGAMPUNI
0 komentar:
Posting Komentar