Jhon Dawson mengatakan “dewasa ini kita hidup dalam dunia yang terluka. Konflik-konflik antar umat terjadi, pertengkaran, sakit hati, saling melukai yang menyebabkan hubungan bisa retak/tidak harmonis lagi. Melalui peristiwa ini jelas bahwa ada pihak-pihak yang terluka maupun yang melukai.
Gereja pecah karena konflik pribadi. Banyak keluarga bertengkar karena kata-kata tajam dan sinis. Antar tetangga pun ribut karena masalah sepele. Perselisihan seperti ini mewabah, dan lebih berbahaya daripada influensa, kanker, atau penyakit jantung.
Kita paham bahwa dua orang dapat saling melukai satu sama lain lewat perilaku yang mementingkan diri sendiri dan tidak adil. Suatu luka juga mungkin diderita oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat dalam satu bangsa. Dendam, kebencian serta kepahitan dapat terus membusuk tanpa terselesaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Mengingat bahayanya hidup dengan kepahitan atau hati yang terluka, berbagai lembaga gereja, dan pemerintah berusaha untuk mencanangkan rekonsiliasi. “Saya bergereja dengan International Reconciliation Coalition (IRC – Koalisi Rekonsiliasi International) yang didirikan pada tahun 1996 sebagai suatu persekutuan orang-orang Kristen yang berupaya menangani konflik dengan cara kristiani.”
Hidup dengan rekonsiliasi memang sesuatu hal yang diharapkan oleh umat percaya dan masyarakat. Karena hubungan dengan orang lain memang amat penting. Walaupun pada kenyataannya menjalin hubungan itu sulit, terlebih lagi menjalin hubungan yang pernah rusak atau disakiti.
Alkitab mengatakan bahwa menjalin kembali persahabatan dengan orang yang disakiti hatinya diumpamakan seperti “Saudara yang dikhianati lebih sulit dihampiri daripada kota yang kuat, dan pertengkaran adalah seperti palang gapura sebuah puri” (Amsal 18:19).
Melalui kenyataan ini penulis mengangkat peristiwa hubungan yang retak antara Onesimus dan Filemon (tuan dan budak). Suatu hal yang luar biasa dimana Paulus mencoba untuk mendamaikan dengan beberapa buah pikirannya mengenai perdamaian / reconciliation.
Orang yang membawa damai disebut anak-anak Allah. “Berbahagialah orang yang membawa damai”.
Mereka mengambil resiko dalam mencampuri perselisihan dengan maksud untuk mendamaikan, untuk memulihkan hubungan yang retak, dan bahkan untuk melakukan perbaikan bila perlu. Dan mereka juga memperhatikan langkah-langkah pencegahan supaya damai sejahtera tetap tercapai. Mereka mencari bila ada permusuhan dan membantu orang-orang yang terlibat untuk melepaskannya sewaktu permusuhan sedang berlangsung, sebelum permusuhan itu meledak.
Misi Allah terhadap manusia juga adalah misi perdamian/ reconciliation seperti yang dinyatakan, “Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran manusia” (II Korintus 5:19).
Salah satu tugas gereja adalah “Gereja dipanggil untuk melaksanakan perdamaian yang telah terlebih dahulu dikerjakan oleh Allah bagi dunia ini”.
Bagaimana supaya perdamaian itu bisa terwujud ?
Kita bisa belajar dari Paulus mengenai hal ini, ketika ia mendamaikan Filemon dan Onesimus.
dengan prinsip :
1. Kasih
2. Pengampunan
3. Pertobatan
4. Menjadi Pendamai (penengah)
Pdt. Ferdy Manggaribet, MA
0 komentar:
Posting Komentar