Orang Yang Percaya Kepada TUHAN Akan Melihat Kebaikan TUHAN Melalui Kejadian-Kejadian Yang TUHAN Ijinkan Terjadi. Jangan Pernah Menilai TUHAN Hanya Melalui Sepotong Kejadian, Tetapi Percayalah Bahwa DIA Selalu Bekerja Untuk Kebaikan Kita Melalui Banyak Perkara
Photobucket

REFLEKSI TENTANG KEPEMIMPINAN



Dalam tahun-tahun terakhir ini, sering terdengar pernyataan-pernyataan dari tokoh agama dan masyarakat, bahwa saat ini bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Indonesia nyaris tidak punya tokoh yang cocok memimpin bangsa untuk lepas dari krisis multidimensi. Hal ini terbukti dengan pergantian beberapa pemimpin Indosesia dalam waktu yang cepat.
Mungkin keprihatinan tersebut ada benarnya, karena hingga sekarang bangsa Indonesia masih belum keluar dari krisis. Padahal negara lain yang hampir bersamaan juga mengalami krisis, kini sudah bisa merasakan perbaikan. Ini ditingkat bangsa. Untuk takaran lebih rendah, mungkin kita menemukan hal yang sama, dari provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan/desa, RW, RT, atau bahkan rumah tangga.

Krisis kepemimpinan yang sering kita dengarkan ini, khususnya dalam bangsa Indonesia, tidak hanya terjadi dalam dunia pemerintahan (sekuler), tetapi juga dalam kepemimpinan gereja masa kini. Dalam hal ini, para gembala sidang. Pemimpin-pemimpin yang ada saat ini, menurut Dr. Christ Marantika “tidak kaya akan sikap yang positif, inovatif, dan kreatif”. Akibatnya, gereja tidak bertumbuh dan berkembang.
Salah satu faktor maju dan atau mundurnya gereja ditentukan oleh kepemimpinan. Kepemimpinan yang tidak bermutu, akan menghasilkan gereja (jemaat) yang tidak bermutu. Kepemimpinan yang tidak berkembang akan menghasilkan gereja yang tidak berkembang.
 Akibat dari kekurangan kepemimpinan dalam gereja masa kini, menurut Myron Rush “telah mendatangkan banyak masalah, khususnya dalam perkembangan gereja. Tidak sedikit denominasi gereja yang dulunya kuat, dibanggakan, dan berkembang, sekarang mengalami kemerosotan yang sangat tajam dalam jumlah keanggotaannya”. Bahkan banyak gereja saat ini, tidak berani untuk membuka lahan baru, karena merasa kekurangan pemimpin (para gembala) yang siap, layak, dan memenuhi syarat untuk memimpin dan melayani. 
Sangat ironis sekali, karena tidak sedikit hamba-hamba Tuhan lulusan sekolah-sekolah teologi, tetapi kenyataannya tidak sanggup untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Ini terjadi karena kurangnya kepedulian dari sekolah-sekolah teologi untuk mengajarkan kepemimpinan kepada mahasiswanya. Hal ini dirasakan oleh penulis sendiri ketika duduk dibangku kelas teologi (S-1). Pelajaran kepemimpinan bukanlah menjadi faktor penting yang harus diajarkan. Akibatnya penulis merasa tidak dibekali dengan ilmu kepemimpinan pada saat itu. Dan inilah yang terus memotivasi penulis untuk terus belajar dan memperlengkapi diri dengan ilmu kepemimpinan.  
Krisis kepemimpinan ini sudah terjadi pada zaman Perjanjian Lama. Firman Tuhan berkata:
“Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya.” (Yehezkiel 22:30)
 Sebenarnya di masa itu bukannya tidak ada pemimpin. “Ada banyak pemimpin namun orientasi hidup mereka tak memenuhi syarat yang berkenan kepada Allah. Mereka bukan pemimpin umat yang dinamis dan cakap sehingga wajar diangkat menjadi pemimpin”
Masalah yang terjadi pada zaman Yehezkiel, terjadi juga pada saat ini, khususnya pada gereja-gereja di Indonesia. Gereja-gereja di Indonesia sebenarnya bukan kekurangan pemimpin. Justru sebaliknya, terlalu banyak pemimpin. Tetapi sangat disayangkan karena sebagian pemimpin yang ada tidak membekali diri mereka dengan ilmu kepemimpinan yang mengakibatkan ketidakpuasan dan terus ada rasa kekurangan pemimpin yang memenuhi syarat dari pengikut-pengikutnya.
Untuk menjadi seorang pemimpin yang baik, yang berkenan kepada Tuhan, memang bukanlah sesuatu yang otomatis, atau sesuatu yang kebetulan. Dan juga tidak mudah. Seorang pemimpin atau atasan yang menyenangkan, untuk dituruti perintahnya adalah pribadi-pribadi yang sangat jarang ditemukan. Tidak sedikit pemimpin yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam suatu organisasi, namun ternyata kedudukan itu di luar batas kemampuannya. Mereka tidak mampu melaksanakan tugas yang seharusnya mereka tangani, tetapi amat pandai mengalihkan suatu kesalahan kepada orang lain. Mereka adalah pemimpin yang menyulitkan bawahannya,  karena sikap-sikapnya yang biasanya negatif dan mematahkan semangat, dan bukannya makin membesarkan hati.
Pemimpin yang baik sebenarnya bukan cuma ditentukan oleh sejauh mana ia berhasil mencapai tujuan yang dikehendaki, tetapi juga proses untuk mencapi tujuannya. Banyak pemimpin berhasil mencapai target, tetapi melupakan prinsip dasar yang mestinya dimiliki seorang pemimpin.
Pada dasarnya, seorang pemimpin dikatakan baik, bila dalam mencapai tujuannya senantiasa di dukung oleh orang-orang yang di pimpinnya. Pemimpin dan yang di pimpin haruslah memiliki ikatan yang sangat erat
Charles Swindoll menceritakan mengenai pemimpin yang tidak memenuhi syarat sebagai berikut: Baru-baru ini saya menyaksikan sebuah film kartun yang melukiskan secara tepat, apa yang saya maksudkan. Ada sebuah ruang kelas. Dua orang murid kelas empat berdiri dihadapan gurunya, kedua-duanya dengan wajah masam. Di papan tulis ada beberapa soal matematika yang belum terjawab. Anak laki-laki itu telah mencoba menghitung, menghapus dan memikirkan lagi dengan susah payah, tetapi tidak berhasil sebaliknya sang guru malah mengatakan di depan kelas, bahwa sang siswa seharusnya dapat mengerjakan soal semacam itu. Mungkin karena ia menyebut muridnya “terlalu lamban”, si murid menjadi marah dan menyahut “bukan saya yang terlalu lamban, Andalah yang terlalu menuntut”!
Hal ini terjadi juga dalam kepemimpinan. Pemimpin yang seperti ini adalah pemimpin yang tidak toleran. Dan pemimpin yang tidak toleran biasanya terlalu banyak menuntut. Banyak sekali jemaat yang bukannya dipimpin, tetapi dikemudikan. Orang seperti ini mungkin saja kompeten dan berpengetahuan luas, tetapi tak seorang pun dapat memuaskan dia. Para pemimpin seperti ini biasanya sangat suka bekerja, sifatnya perfeksionis selalu ingin serba sempurna, dan menuntut teralu banyak. Kerja adalah segala-galanya bagi pemimpin seperti ini. Pemimpin seperti ini selalu ingin mendapat lebih banyak, kemauan keras, sukar mengerti orang lain, tidak pernah merasa cukup. Mereka seringkali terlalu pandai, sehingga menuntut terlalu banyak dari orang lain. Dan jika keinginannya tidak terpenuhi, selalu melemparkan kesalahan kepada bawahannya.
 Sampai saat ini, keluhan-keluhan dari masyarakat Kristen tentang kekurangan para pemimpin masih sering terdengar. Bahkan tahun-tahun belakangan ini keluhan tersebut telah menjadi suatu seruan yang meresahkan. Hal ini memberikan suatu tanda bahwa masyarakat telah menyadari bahwa kita sedang kekurangan pemimpin yang handal, dinamis dan efektif.
Seringkali orang percaya tidak menyadari bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memimpin. Karena mereka menganggap bahwa seorang pemimpin adalah seseorang yang sudah terlatih, memiliki pelayanan yang besar atau berada dalam suatu posisi yang membawahi ribuan orang. Akhirnya mereka mengejar kedudukan, pangkat, jabatan, dan setelah berhasil mereka berpikir bahwa mereka sudah menjadi seorang pemimpin. Hal ini tidak benar. Seorang yang bisa mempengaruhi orang lain, ia adalah seorang pemimpin. Dengan kata lain, siapapun yang mempengaruhi seseorang lainnya untuk melakukan sesuatu, ia telah memimpin orang tersebut. Tidak setiap orang akan menjadi pemimpin besar, tetapi setiap orang dapat menjadi pemimpin yang lebih baik.
Mengenai kepemimpinan yang baik, Charles Swindoll mengutip pernyataan dari Dr. A.W. Tozer yang mengatakan, bahwa:
 “Seorang pemimpin yang sejati dan aman mungkin adalah orang yang tidak mempunyai keinginan untuk menjadi pemimpin, tetapi dipaksa ke kedudukan kepemimpinan oleh tekanan batiniah Roh Kudus serta tekanan lahiriah situasi. Seperti itulah Musa dan Daud dalam Perjanjian Lama. Saya pikir hampir-hampir tidak ada pemimpin besar sejak Paulus sampai zaman sekarang yang diberi tugas oleh Roh Kudus, serta diangkat oleh gereja Tuhan untuk mengisi kedudukan yang tidak berani didambakannya. Saya yakin bisa diterima sebagai ketentuan yang cukup adil bahwa orang yang ambisius untuk memimpin harus didiskualifikasi sebagai pemimpin”.
Dari penjelasan A.W Tozer ini, maka menurut Charles Swindoll
“Seorang pemimpin, jelas sekali, harus mempunyai kualitas alami yang diberikan Tuhan dan menyebabkan orang lain menanggapi pengaruhnya. Pada saat yang bersamaan pemimpin Kristen harus memiliki satu tingkat tertentu pengabdian yang diarahkan oleh Roh dan rendah hati kepada Tuhan Yesus Kristus…supaya dia tidak jatuh kedalam kategori makhluk ambisius yang mengangkat diri sendiri dan yang hanya menyukai lampu sorot”.
 Pemimpin-pemimpin gereja harus belajar kepada Kristus. Kristus adalah pemimpin yang sejati. Selama berada di dunia ini, Kristus adalah pemimpin yang paling utama di dalam jamanNya. Ia menghabiskan waktuNya selama tiga tahun dan Ia melatih dua belas orang dan mengubahkan mereka menjadi suatu gerakan yang mengubah sejarah. Sekarang lebih banyak orang mengikuti Dia dibandingkan semua pemimpin lainnya di dunia ini. Sebagai seorang pemimpin yang merupakan teladan, Kristus mempraktekkan prinsip-prinsip yang paling vital di dalam kepemimpinan. Dan Kristus menyediakan bagi kita suatu teladan yang bisa kita ikuti.
Dalam pelayanan-Nya di dunia ini, kita melihat Kristus tidak pernah puas hanya dengan mendapatkan pengikut. Ia merasa tugasnya sebagai seorang pemimpin tidaklah lengkap sebelum ia sesungguhnya telah memproduksi atau menghasilkan ulang diri-Nya di dalam kehidupan dua belas orang murid-Nya dan mengubah mereka dari penganut atau pengikut menjadi pemimpin. Ia sesungguhnya menegaskan kembali arti kepemimpinan yang efektif.
Kepemimpinan adalah sesuatu yang dapat di pelajari dan di tingkatkan dengan mempelajari pengalaman orang lain serta dengan mengikuti kebiasaan-kebiasaan tertentu. Karena kemahiran dalam kepemimpinan biasanya adalah sesuatu yang tidak datang dengan sendirinya, tetapi dapat di pelajari.
Sebagai pemimpin-peminpin rohani, kita perlu merenungkan pernyataan berikut ini:
“Kebutuhan akan kepemimpinan yang penuh dedikasi, kokoh dan terpercaya sangat mendesak. Gereja dan dunia Tuhan sedang kelaparan akan kepemimpian yang bermanfaat dan bermutu, kepemimpinan yang lebih berorientasi pada individu bukannya institusi, kepemimpinan yang berjiwa sukarela bukannya materialistis, kepemimpinan yang bergerak kesasaran yang pasti dan bukan berputar-putar pada lingkaran setan. Kepemimpinan yang kaya akan visi Allah dan bukannya ambisi insani”.  

(Pdt. Ferdy Manggaribet, S.Th.MA)






Myron Rush, Pemimpin Baru, (Jakarta: YPI “Imanuel”, 1993)
Dr. Chris Marantika, Kepemimpinan Kristen yang Dinamis, (Surabaya: Yakin), 
Charles Swindoll, Kehidupan di Tepi Tebing Yang rapuh, (Surabaya: Yakin, )
Charles Swindoll, Tumbuh Semakin Kuat dalam Musim Kehidupan, (Jakarta: Profesional Books, 1997),


Kekasih TUHAN !!!
Jadilah Berkat, Dengan Membagikan Semua Artikel Ini
Kepada Teman-Teman Anda.
TUHAN YESUS Memberkati Kita Semua,
AMIN

0 komentar:

Posting Komentar

wibiya widget

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis