Aku sudah merasa bahwa hari-hari hidup Mami bakal tidak lama lagi. Sejak memasuki tahun 2006 rasanya Mami mulai kelihatan mundur kesehatannya. Tidak seperti biasanya yang selalu bergairah. Kebiasaan yang dilakukan setiap pagi setelah mandi ialah duduk di kursi meja makan lalu membaca Alkitab dan berdoa. Di dalam Buku Renungannya selalu ada catatan hari ulang tahun anak-anak, menantu-menantu dan cucu-cucunya pada lembar tepat pada hari renungan itu dibaca. Aku bersyukur bahwa aku mempunyai Mami yang setiap hari berdoa untuk keluarga besar kami.
Kerinduannya untuk ke gereja tetap ada, namun karena kondisi tubuhnya yang semakin lemah maka Mami terpaksa di rumah saja. Satu bulan sebelum Mami dipanggil pulang Tuhan, ia berkata ingin pergi ke Rumah Tuhan. Aku dan saudara-saudaraku bingung menerjemahkan arti Rumah Tuhan itu. Apakah itu berarti Mami ingin ke gereja atau suatu tanda bahwa sebentar lagi Mami mau meninggalkan kami semua. Dan lagi setiap kali selalu menyebut angka 3 (tiga) berulang-ulang: ” tiga…….tiga….tiga…..” Apa arti kata tiga itu ,ketika aku bertanya, Mami hanya tertawa kecil.
Mami selalu hadir dalam Persekutuan Lansia (Lanjut Usia) ketika masih sehat. Mendengar bahwa mami ingin ke Rumah Tuhan, maka kami, anak-anak meminta diadakan Natal di rumah Mami oleh teman-teman dari Persekutuan Lansia. Dan telah dilakukan pertengahan bulan Desember. Mami mendengar Firman Tuhan namun tidak seperti biasanya penuh dengan sukacita. Wajahnya seperti memendam sesuatu yang kami tidak tahu apakah Mami merasakan sakit tuanya atau Mami memang sedih.
Ibadah Natal dan Perayaan Natal di Gereja-gereja telah berlalu, hari itu aku diberitahu bahwa mami dibawa ke Rumah Sakit karena kondisinya buruk dan mulai tidak sadar. Tepat pada tanggal 28 Desember 2006, mami benar-benar telah menghadap Tuhan dengan damai sejahtera Kristus. Hanya semalam mami berada di Rumah sakit.
Kesaksian ini aku tulis untuk mengenang Mami dan kebaikan Tuhan yang luar biasa. Bahwa Tuhan Yesus memanggil Mami masih dalam suasana Natal dan kami – sebagian besar anak-anak, menantu dan cucu-cucunya – yang terlibat dalam kegiatan Natal di gereja masing-masing sudah selesai tugas-tugas kami. Puji Tuhan! Hari-hari perkabungan itu kami bersyukur kepada Tuhan karena hampir sebagian besar anak-anak, menantu dan cucu-cucu bisa berkumpul semuanya. Mami pulang ke Rumah Tuhan seperti Simeon yang berkata: ”Sekarang Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu” (Lukas 2:29-30)
Aku baru sadar bahwa yang dimaksud Mami dengan berkali-kali mengatakan angka tiga mungkin adalah tiga hari sebelum tahun itu berakhir , yaitu tanggal 28 Desember. Melalui kesaksian ini ada hal-hal yang indah ingin saya bagikan kepada pembaca.
Mendampingi orang lanjut usia apalagi orangtua sendiri dalam kondisi sakit, benar-benar dibutuhkan kesabaran tinggi. Jangan melayani dengan amarah atau ketidak senangan hati karena perasaan atau kondisi orang yang mendekati dipanggil pulang Tuhan adakalanya penuh dengan teka-teki, tetapi juga rewel dan ada semacam ketakutan untuk menghadapi semuanya itu.
Sebagai orang lanjut usia yang cinta Tuhan, aku banyak belajar bahwa di hari tua, kalau kita makin dekat dengan Tuhan, aku mengamati seakan-akan Mami tahu kapan waktunya Tuhan Yesus datang menjemput dirinya. Aku belajar juga bahwa tidak terlihat sedikitpun Mami berontak atau menyangkal Tuhan meskipun kondisi kesehatannya makin menurun. Juga kehadiran para hamba Tuhan dan teman-teman gereja yang menengoknya selalu disambut dengan baik. Berkali-kali meskipun sudah sulit bicara, bila ada orang datang menjenguk, Mami selalu memberi isyarat menyatukan tangan yang artinya minta untuk didoakan. Saat-saat terakhir aku mendengar dari saudara-saudaraku bagaimana Mami menyambut “kedatangan Tuhan Yesus” itu dengan pasrah persis seperti anak yang lari kepangkuan bapanya untuk mendapat belaian dan kasih sayang.
Kita semua akan menjadi tua. Dulu waktu aku masih bayi, orangtuaku merawat aku tanpa merasa lelah. Kalau aku sakit, rasanya orangtua juga ikut merasakan sakitku. Setelah orangtua menjadi sepuh, maka sekarang tiba gilirannya akulah yang merawatnya. Aku tidak merasa berbeban berat merawat orangtuaku sendiri. Setiap kali Mami rewel atau tidak senang hati karena permintaannya tidak kuturuti demi kesehatannya, dalam hati aku berkata: ”Mami, dulu Mami juga melarang aku, demi kebaikanku, sekarang aku juga melarang Mami demi kebaikan Mami, maafkan aku.” Setelah itu aku pun menangis sendiri karena ada suatu pertentangan batin di antara ingin memberi dan tidak memberi apa yang diinginkannya demi kebaikan.
Sampai hari ini aku tidak bisa melupakan ketekunan, kesetiaan dan kedisiplinan Mami yang setiap pagi setelah mandi selalu duduk menghadapi Kitab Suci untuk bersaat teduh dan berdoa. Baru setelah itu Mami mulai membaca surat kabar agar tidak ketinggalan informasi. Di hari Natal ini, aku mengenang dan makin menyadari bahwa umurku juga semakin tua. Natal bukan saja peringatan menyambut Kedatangan Tuhan Yesus. Natal juga mengingatkan bahwa Tuhan akan datang kembali untuk memanggil setiap orang secara pribadi atau Tuhan Yesus akan datang untuk kedua kalinya, yang kita semua tidak tahu kapan waktunya terjadi.
Semoga kesaksian ini memberkati semua orang yang membacanya.. Amin
Di kisahkan kembali oleh : Magdalena
0 komentar:
Posting Komentar