“Karena itu apa yang kamu katakan dalam gelap akan kedengaran dalam terang, dan apa yang kamu bisikkan ke telinga di dalam kamar akan diberitakan dari atas atap rumah” (Lukas 12:3)
Untuk membangun kepercayaan, seorang pemimpin harus memberikan teladan dalam hal kemampuan, koneksi, serta karakter. Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa seorang pemimpin harus memiliki karakter yang konsisten. Karakter penting, karena karakter akan menentukan gambaran dari diri kita yang ditunjukkan kepada orang lain.
Tuhan Yesus tidak hanya mengajarkan kepada kita untuk memilki karakter yang konsisten. Dia tidak saja memimpin dengan visi yang jelas, tetapi Ia sendiri juga adalah seorang pemimpin dengan karakter yang konsisten.
Charles Stanley mengatakan, bahwa:
“Tidak hanya Ia memiliki misi yang jelas, Ia juga mengamalkan apa yang Ia ajarkan dengan karakter yang konsisten. Misi adalah apa yang kita lakukan; karakter adalah bagaimana dan mengapa kita melakukannya. Misi adalah perbuatan dan menyelesaikan pekerjaan; karakter adalah motivasi dibalik pekerjaan tersebut. Karakter membuat misi kita efektif. Karakter memberikan kredibilitas pada tujuan kita. Tanpa karakter, misi kita menjadi sesuatu yang klise, yang gagal mempengaruhi hidup kita dan hidup orang lain”1
Seorang pemimpin yang memiliki karakter yang konsisten, akan memberi bukti kepada orang yang dipimpinnya akan kesungguhan setiap janji-janjinya. Ia akan menunjukkan kepeduliannya dalam menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Karakter adalah apa yang dalam diri seseorang. Kita sering menilai orang dari apa yang ada di luarnya, sedangkan Allah menilai orang dari dalamnya.
Kristus menunjukkan, bahwa karakter tampaknya berkisar seputar hati manusia. Jika hati Anda benar, karakter Anda pun benar. Motivasi dan hasrat-hasrat Anda bersemayam dalam hati Anda. Karakter Yesus merupakan contoh karakter yang konsisten. Melalui karakterNya, Ia membuktikan diriNya sebagai Anak Allah. KarakterNya membuat misi dan pelayananNya efektif. Kunci dari karakter Kristus adalah kesucian hati”.2
Karakter seorang pemimpin akan terlihat dengan apa yang dilakukannya ketika tidak ada yang memperhatikannya. Banyak orang yang mau melakukan sesuatu yang benar ketika mereka dilihat oang lain. Ketika tidak ada yang melihatnya belum tentu mereka mau melakukan hal yang sama. Mereka melupakan bahwa Tuhan selalu memperhatikan apa yang mereka lakukan. Tuhan tidak saja melihat apa yang dilakukan oleh seseorang, tetapi Ia juga melihat mengapa orang melakukannya. Oleh karena itu benarlah apa yang dikatakan oleh D.L Moody, bahwa “karakter adalah seperti apa seseorang itu dalam gelap”.3
Petrus mau menjelaskan tentang karakter Kristus ketika ia berkata, bahwa “Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulutNya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkan kepada Dia yang menghakimi dengan adil” (I Petrus 2:22-23).
Dari keterangan Petrus ini, maka menurut Joyce Meyer “Karakter juga terlihat ketika kita melakukan perkara yang benar bagi orang lain walaupun perkara yang baik tidak terjadi terhadap kita. Karakter kita dilihat dalam seberapa banyak kekuatan yang kita miliki untuk melakukan perkara-perkara yang benar, sekalipun kita tidak merasa ingin melakukannya atau tidak mau melakukannya sama sekali”.4
Reaksi seorang pemimpin terhadap apa yang sedang terjadi disekelilingnya merupakan ujian terhadap pribadinya apakah memiliki karakter yang konsisten atau tidak. Karakter bukanlah sesuatu yang kita lakukan itu adalah sesuatu yang kita miliki atau tidak miliki. Karakter adalah hakikat, sifat, dan ekspresi kepribadian seseorang yang dinyatakan melalui pembicaraan serta perilaku dalam lingkungan atau konteks dimana ia hidup”.5
Dengan demikian, perlu disadari bahwa aspek internal dari karakter seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain. Karakter hanya dapat dilihat dari perkataan dan perilaku serta perbuatan seseorang. Jadi, dapat dipastikan bahwa tidak ada dua orang yang persis sama di muka bumi ini. Akan tetapi, menurut Yakob Tomatala perlu diingat bahwa,
“ketidaksamaan ini membuat setiap orang bukan saja istimewa, tetapi dapat menjadi dasar yang berpotensi menimbulkan konflik dan masalah, apabila setiap orang tetap serta secara terus menerus menimbulkan perbedaan yang ada padanya dengan orang lain”.6
Jenderal H. Norman Schawrzkopf mengatakan “kepemimpinan adalah kombinasi antara strategi dengan karakter. Namun jika toh Anda harus kehilangan yang satu, relakanlah strategi. Karakter serta kredibilitas kepemimpinan selalu berjalan seiring”.7
Sedangkan Anthony Harrigan, seorang presiden Dewan Bisnis Industri Amerika Serikat mengatakan, bahwa:
“Peran karakter selalu menjadi faktor kunci dalam jatuh bagunnya bangsa. Dan yakinlah bahwa Amerika tidak terkecuali. Kita takkan selamat sebagai sebuah negara karena lebih cerdas atau lebih canggih, melainkan karena – mudah-mudahan kita lebih kuat secara batin. Singkatnya, karakter adalah satu-satunya pertahanan yang efektif terhadap berbagai kuasa internal maupun eksternal yang dapat membawa kepada disintegrasi atau keruntuhan bangsa”.8
Karakter menurut John Maxwell memungkinkan terciptanya kepercayaan. Dan kepercayaan memungkinkan terciptanya kepemimpinan.9
Pemimpin yang berkarakter, tidak mengarang-ngarang aturan dalam hidup mereka. Mereka harus percaya bahwa ada suatu standar benar dan salah yang berlaku bagi semua umat manusia, dan yang harus dipertanggung jawabkan semua orang. Pemimpin yang berkarakter adalah “pemimpin yang melakukan apa yang benar karena itu benar”.10
Itulah definisi yang tepat tentang karakter, yakni melakukan yang benar karena itu benar, dengan kata lain, ketika kita sedang membicarakan seorang pemimpin yang berkarakter, berarti kita sedang membicarakan orang yang benar, yakni orang yang melakukan apa yang benar karena alasan yang benar. Bahkan mereka hidup berdasarkan hal itu.
Apa yang terjadi dalam kehidupan pribadi seorang pemimpin akan menentukan apa yang akan keluar dalam kehidupan profesionalnya. Apa yang terjadi ketika seorang pemimpin tidak berkhotbah, akan menentukan apa yang akan keluar ketika ia berkhotbah.
Stephen Covey mengutip pernyataan Vicktor Frankl, berikut ini:
“Akhirnya, manusia tidak boleh menanyakan apa makna dari hidupnya, tetapi ia harus sadar bahwa dialah yang ditanya. Singkatnya, tiap orang ditanyai oleh hidup; dan ia dapat menjawab melalui kehidupannya sendiri; kepada kehidupan ia hanya dapat memberi respons dengan bertanggung jawab”.11
Pdt. Ferdy Manggaribet, MA
0 komentar:
Posting Komentar