Tanpa suatu pengorganisasian yang baik, tak akan mungkin gereja Tuhan dapat bertumbuh dan berkembang secara dewasa. Bahkan pengorganisasian akan membantu manusia untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan dan menyatukan manusia dalam tugas-tugas yang ada hubungannya.
Syarat mutlak pertumbuhan dan perkembangan gereja adalah pengorganisasian yang baik untuk mencapai sasaran. Tidak ada alasan untuk mengabaikan peranan organisasi dalam gereja, jika ingin menuju pada perubahan. Sebab organisasi merupakan bagian terpenting dalam pengembangan managemen, guna mencapai hasil yang sempurna. Seperti suatu kota atau desa tidak dapat berdiri tanpa adanya penguasa dan pemerintahan, demikian pula gereja Tuhan membutuhkan suatu pemerintahan rohani, yang tentunya berbeda dengan pemerintahan duniawi.
Dalam bukunya garis-garis Besar Hukum Gereja, Abineno mengutip pernyataan Johanes Calvin yang mengatakan, bahwa: “Gereja tidak dapat hidup, kecuali kalau disusun semacam pimpinan atau pengurus, seperti yang kita ketahui dari firman Allah dan yang dituruti dalam gereja purba. Yang penting adalah suatu orde (suatu tatanan) yang Kristus mau gunakan untuk memimpin gerejaNya, suatu pemerintahan gereja yang Tuhan telah tetapkan untuk selama-lamanya”.1
Gereja sebagai tubuh Kristus yang terdiri dari berbagai macam denominasi pelu diatur atau diorganisir. Akan tetapi pengorganisasiannya harus sesuai hakikat dan wilayah gereja. Dengan demikian, maka organisasi gereja akan berbeda dengan organisasi dunia.
Pentingnya peranan organisasi sebagai alat administrasi harus dikaitkan dengan kemampuan manusia di dalam organisasi. Karena bergerak tidaknya organisasi kearah pencapaian tujuan yang telah ditentukan sangat bergantung atas kemampuan sumber daya manusia dalam organisasi yang bersangkutan.
Pengorganisasian adalah suatu proses penempatan orang-orang ke dalam satu struktur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, pengorganisasian adalah alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan, dengan cara menempatkan sebaik-baiknya orang-orang dalam struktur yang tepat. Tanpa pengorganisasian, maka hal-hal penting seperti terdapat dalam program tidak dikerjakan dengan baik.
Organisasi tidak boleh dilihat sebagai suatu wadah statis tetapi sebagai suatu hasil proses yang terus menerus berkembang. Tanpa manusia tidak mungkin ada organisasi. Di dalam organisasi seorang pemimpin bekerja dengan manusia yang hidup, yang mempunyai pribadi yang unik, yang memiliki aspirasi, yang penuh dengan kelemahan-kelemahan, disamping potensi-potensi yang perlu dikembangkan.
Dalam pengorganisasian harus ada tujuan. Organisasi tanpa tujuan adalah sia-sia. Salah satu kekeliruan yang seringkali dibuat orang adalah mulai menyusun organisasi sebelum menetapkan tujuan dan rencana. Adalah sangat sulit – bahkan dapat dikatakan mustahil – dalam menggerakkan orang
untuk melakukan sesuatu, padahal belum jelas benar apa yang ingin dicapai. Sebaliknya, organisasi yang dihasilkan melalui proses perencanaan yang baik akan merupakan sarana yang efektif untuk mencapai tujuan.
Dalam organisasi bukan hanya pemimpin yang berperan. Seluruh anggota turut berperan, sehingga fungsi manajemen dapat bekerja dengan baik sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan Yesus.
a. Perencanaan
“Sebab siapakah diantara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikan”. (Lukas 14:28-30).
Perencanaan adalah suatu pemikiran awal tentang apa yang ingin dicapai, atau suatu proses merancangkan suatu seperangkat kegiatan. Sebagai pemimpin Kristen, kita harus senantiasa membuat perencanaan. Pemimpin yang selalu membuat perencanaan, membuktikan bahwa ia hidup dengan teratur. Kristus adalah teladan seorang pemimpin yang senantiasa membuat perencanaan.
Pemimpin hendaknya mampu membuat suatu rencana yang tersusun dengan baik menurut fakta-fakta yang obyektif tentang masalah yang dipimpinnya, sehingga segala kegiatan dan tindakannya bukan dilakukan dengan sembarangan, melainkan secara teratur dan berjalan atas jalur-jalur yang telah diperhitungkan atau disusun terlebih dahulu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Rencana itu pada dasarnya ialah suatu usaha yang menentukan apa yang harus dikerjakan serta segala kesempatan yang ada di depan. Kegagalan sering terjadi karena kurang mantap pada waktu perencanaan ataupun karena pengertian yang terlalu sempit terhadap suatu perencanaan. Tidak merencanakan sama dengan suatu perencanaan menggagalkan kemajuan. Satu kalimat kunci dalam dunia kepemimpinan yang sudah tidak asing lagi adalah “gagal merencanakan sama dengan merencanakan untuk gagal.
Dengan membuat perencanaan maka, segala sesuatu tidak akan kacau. Dan Allah tidak pernah menghendaki kekacauan (I Kor. 14:33). Segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur (I Kor. 14:40). Perencanaan akan menghasilkan keteraturan. Kalau pekerjaan Allah sendiri penuh dengan keteraturan yang maha sempurna, maka kegiatan-kegiatan pelayanan dalam gereja dan organisasi Kristen pun tidak boleh kacau. Karena itu orang Kristen tidak hanya sekedar melakukan kegiatan, tetapi seperangkat kegiatan yang teratur.
Salah satu peranan dari seorang pemimpin adalah harus dapat membuat perencanaan. Sebab untuk membangun gereja Tuhan yang seturut dengan kehendakNya, diperlukan perencanaan yang matang. Dan karena pekerjaan seorang pemimpin itu terdiri dari banyak tindakan yang berlainan dan berubah-ubah, maka guna kelanjutan kegiatan tersebut, ia harus membuat perencanaan, yakni suatu perencanaan yang terus menerus, bukan saja perencanaan yang menyeluruh bagi organisasinya, tetapi juga rencana bagi dirinya sendiri selaku pemimpin dan penanggung jawab berhasilnya seluruh pekerjaan.
Seorang pemimpin yang juga perencana perlu menempatkan skala priorotas untuk menjadi bagian terpenting. Sehingga apa yang direncanakan dapat terwujud, sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
b. Pendelegasian
Pendelegasian adalah suatu proses penyerahan tanggung jawab dan wewenang kepada seseorang. Dengan mendelegasikan tugas, seorang pemimpin dapat membagi-bagikan bebannya kepada orang-orang yang dipimpinnya dan mereka dapat belajar untuk mengembangkan potensi kepemimpinan mereka.
Tuhan Yesus mengajarkan hal ini ketika ia mendelegasikan tugas kepada kedua belas muridNya. Dalam pendahuluan telah dijelaskan bahwa, dalam pelayanan-Nya di dunia ini, kita melihat Kristus tidak pernah puas hanya dengan mendapatkan pengikut. Ia merasa tugasnya sebagai seorang pemimpin tidaklah lengkap sebelum Ia sesungguhnya telah memproduksi atau menghasilkan ulang diri-Nya di dalam kehidupan dua belas orang murid-Nya dan mengubah mereka dari penganut atau pengikut menjadi pemimpin.
Perhatikan bagaimana Allah Bapa mendelegasikan kewenangan atas keselamatan kepada putraNya, Yesus Kristus dan selanjutnya Ia meneruskan kewenangan tersebut kepada murid-muridNya:
“KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahulilah, Aku akan menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:18-20)
Perhatikanlah juga bahwa Tuhan Yesus berjanji untuk menindak-lanjuti pendelegasian itu dengan kehadiranNya, “Aku menyertai kamu senantiasa”. Tuhan Yesus begitu mempercayai murid-muridNya sehingga ia tidak memiliki rencana cadangan. Hasilnya, sungguh menakjubkan. Apa yang diperbuat oleh murid-muridNya bagi pemimpinNya yang memperlihatkan tingkat keyakinan seperti itu kepada mereka. Mereka curahkan seluruh kehidupannya terhadap misi ini dengan segenap hati, bahkan sampai mati.
Tanpa pendelegasian, maka tugas-tugas menjadi terlalu berat bagi seorang pemimpin, terutama dalam organisasi yang terus berkembang, bahkan orang lain dalam organisasi itu cenderung untuk pasif, tanpa mendapat tantangan untuk mengembangkan diri. Contohnya Musa, sebelum mendapat nasihat dari mertuanya, Musa memimpin bangsa Israel seorang diri. Dan hal itu membuat Musa kesulitan. Ia mau mengerjakan sendiri apa yang bisa dikerjakan bawahannya, dan ternyata ia gagal.
Dalam pendelegasian tugas dibutuhkan kemampuan seorang pemimpin untuk memberi motivasi. Hal ini akan menentukan sukses atau gagalnya seseorang yang kepadanya suatu tugas didelegasikan.
Seorang pemimpin harus mempercayakan sepenuhnya tugas yang sudah didelegasikan. Pemimpin harus mempercayai orang tersebut dan tidak boleh menyesali pendelegasian yang sudah ia buat. Itulah kunci pendelegasian yang baik, yaitu kepercayaan kepada orang yang telah mendapat pendelegasian tugas.
“Jika Anda hendak memperagakan kasih kepada para pengikut Anda, biarlah mereka mengetahui bahwa Anda mempercayai mereka walaupun mereka tak dapat mempercayai diri mereka sendiri. Janganlah sekali-kali putus asa dalam mengusahakan agar mereka mencapai titik puncak kemampuannya. Tantanglah para anggota kelompok untuk percaya kepada diri mereka, kemampuan mereka dan kemampuan kelompok”.2
Dengan mempercayai pengikut Anda yang sudah mendapatkan pendelegasian tugas, berarti Anda telah membiarkan mereka memanfaatkan daya cipta mereka untuk mencapai tujuan kelompok dengan lebih baik. Itu juga berarti mempercayai penilaian dan keputusan mereka, dan terus mempercayai mereka bila mereka melakukan kesalahan dan membantu mereka untuk mengubahkan kesalahan tersebut. Ini akan menjadi pengalaman yang berharga bagi seorang pemimpin.
Mengapa pemimpin takut mendelegasikan tugas kepada bawahannya? karena “takut kehilangan kekuasaan, takut kalau hasilnya buruk, takut kalau-kalu hasilnya lebih baik, tidak bersedia meluangkan waktu, takut bergantung pada orang lain, dan kurang pelatihan serta pengalaman yang positif”3 Menganggap bawahannya tidak becus, keinginan untuk berkuasa sendiri, takut menerima resiko bawahan, menganggap bawahan tidak dapat menggunakan kekuasaan dengan baik, dan perasaan bahwa dirinya paling hebat atau vital dalam organisasi tersebut.
Sedangkan Stephen Covey mengatakan bahwa, “Banyak orang menolak untuk mendelegasikan pada orang lain karena mereka merasa bahwa pendelegasian membutuhkan banyak waktu dan tenaga dan bahwa mereka dapat melakukan sendiri pekerjaan tersebut dengan lebih baik”.4
Seorang pemimpin harus memberikan kebebasan kepada para bawahan mereka yang sudah menerima pendelegasian tugas untuk merasa memiliki tugas mereka, kalau tidak mereka akan kehilangan kebanggaan prestasi pribadi dan produktivitas mereka akan segera pudar.
Seorang pemimpin yang baik tidak akan pernah mengekang kebebasan orang yang dipimpinnya. Ia mengakui, menghormati, dan membiarkan semua perbedaan yang ada tetap berjalan pada garisnya masing-masing. Ia tidak akan memaksakan untuk menyesuaikan perbedaan-perbedaaan tadi dengan kehendaknya. Ia akan mengakomodasi perbedaan yang ada menjadi sebuah kekuatan yang maha besar.
Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang menyadari kesanggupan dan keterbatasannya serta meyakini pula akan kesanggupan orang-orang yang dipimpinnya. Oleh karena itu ia harus belajar melepaskan tugas-tugas tertentu untuk dikerjakan orang-orang yang dipimpinnya”.5
Oleh sebab itu, Seorang pemimpin yang baik tidak akan pernah bekerja sendirian dalam mencapai tujuannya. Ia tidak menganggap dirinya mampu menyelesaikan segala sesuatu sendirian. Ia selalu melibatkan peran serta orang lain dalam mewujudkan keinginan, kehendak, dan tujuan. Keberadaan orang lain dipandang sebagai mitra yang akan membantu sang pemimpin dalam mewujudkan tujuannya. Ia menempatkan keterlibatan orang lain itu pada porsi yang lebih tinggi ketimbang kepentingannya sendiri, sehingga ia akan sangat menghargai peran serta orang lain, sekecil apapun peran itu. Baginya, melibatkan orang lain sebenarnya merupakan salah satu strategi untuk memperoleh dukungan dari orang yang dipimpinnya.
Keberhasilan seorang pemimpin selalu melibatkan orang lain. Dengan kata lain, jika Anda ingin berhasil, pertama-tama Anda harus berada diantara orang-orang yang berhasil. Karena orang yang berhasil itu akan memperkaya Anda dengan pola keberhasilannya.
Seorang pemimpin tidak boleh takut dikelilingi oleh orang-orang yang lebih pintar darinya. Sir Isaac Newton yang disebut sebagai bapa ilmu fisika mengakui bahwa keberhasilannya tidak diraihnya sendiri. Ia mengatakan bahwa “jika saya mampu melihat sesuatu lebih terang daripada orang lain, itu hanya karena saya berdiri di atas pundak orang-orang hebat”.6
Dengan adanya individu yang bertalenta disekeliling Anda, maka Anda dapat mempercayakan mereka untuk melaksanakan tugas. Mereka akan bertanggung jawab melaksanakan misi sesuai bidang keahlian masing-masing. Charles Stanley mengatakan, bahwa “seorang pemimpin bijaksana membiarkan dirinya dikelilingi orang-orang handal dan bertalenta. Karena rencana yang besar tanpa didukung orang-orang yang besar akan gagal”.7
Yang harus diperhatikan oleh para pemimpin rohani dalam mendelegasikan tugas adalah kualifikasinya. Sebagai seorang yang akan menerima pendelegasian tugas-tugas rohani ia harus memenuhi persyaratan dalam Keluaran 18:19-21. Ia harus cakap, takut akan Tuhan, dapat dipercaya, dan benci kepada uang suap. Itulah pentingnya seorang pemimpin memilih orang yang dapat mewakilinya dengan baik.
Dalam kualifikasi ini “tidak disinggung latar belakang pendidikan atau kecakapan dan kemampuan tertentu yang mereka miliki atau talenta khusus yang ada pada mereka. Tetapi karakter dan sifat Allah yang perlu ada di dalam mereka”.8
Dari kualifikasi ini dapat kita katakan, bahwa Allah sebenarnya tidak memerlukan kepintaran manusia untuk mengangkatnya menjadi pemimpin. Kepintaran manusia tidak menjamin ia akan menjadi pemimpin yang baik. John Maxwell mengatakan, bahwa “Anda dapat mengunjungi sebuah universitas besar dan menjumpai para ilmuwan riset serta ahli filasafat yang brilian, yang kemampuan berpikirnya begitu baik, namun kemampuan memimpinnya begitu rendah. IQ belum tentu menjamin kemampuan memimpin”.9
Dalam manajemen modern menurut Pdt. Yacob Nahuway, ada lima saran bagaimana mengadakan delegasi:
1. Buatlah suatu analisa pekerjaan
2. Tentukanlah tugas-tugas dan wewenang mana harus di delegasikan.
3. Kemudian terangkanlah tugas-tugas dan wewenang yang didelegasikan kepada orang yang akan menerimanya
4. Berikanlah kepadanya beberapa hari untuk memikirkan apa yang didelegasikan, lalu mintalah kepadanya untuk menerangkan konsepsinya tentang hal itu.
5. Pada waktu-waktu tertentu, tinjaulah atau periksalah pengertiannya dan pelaksanaan tugas-tugas yang didelegasikan kepadanya. 10
Sedangkan Hans Finzel 11 mengatakan bahwa unsur-unsur kunci pendelegasian yang baik adalah:
1. Kepercayaan kepada orang kepada siapa Anda mendelegasikan.
2. Kelepasan dari hasrat untuk mengerjakannya sendiri dengan lebih baik
3. Rileks dari obsesi bahwa itu harus dikerjakan menurut cara Anda.
4. Kesabaran untuk tidak ingin mengerjakannya sendiri dengan lebih cepat
5. Visi untuk mengembangkan orang lain dengan kebebasan pendelegasian yang Anda berikan
Seorang pemimpin yang baik menurut John Maxwell adalah “dia yang cukup mampu memilih orang-orang baik untuk melaksanakan apa yang diinginkannya, dan cukup mampu menguasai diri untuk tidak campur tangan sementara mereka melaksanakannya”.12
c. Pengawasan
Mengenai pengertian terhadap pengawasan ini masih simpang siur, sebab masih ada yang menafsirkan bahwa pengawasan ini dilakukan untuk mencari kesalahan orang lain, sehingga sering timbul perasaan kurang menyenangkan pada orang yang melaksanakan atau menjalankan pengawasan.
Pengawasan adalah suatu tindakan yang diambil oleh pemimpin untuk meyakinkan apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan rencana. Arti yang sesungguhnya dari pengawasan ialah “suatu kegiatan atau proses kegiatan untuk mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk diperbaiki kemudian, serta mencegah terulangnya kembali kesalahan-kesalahan itu. Dan hasil dari pengawasan adalah ketertiban, kerapian, kebenaran, dan kedinamisan”.13
Pengawasan ialah tugas untuk mencocokkan sampai dimanakah program atau rencana yang telah digariskan itu dilaksanakan”.14 Pengawasan dilaksanakan untuk menjaga kemungkinan terjadinya kekeliruan, kesalahan dan penyelewengan dalam pelaksanaan kegiatan, sebab tanpa adanya pengawasan atau kontrol hal semacam itu pasti terjadi, jangankan tidak diawasi, sekalipun tetap diawasi penyelewengan dan penyimpangan sering dan tetap terjadi”.15
Dari penjelasan beberapa tokoh di atas maka dapat dikatakan bahwa pengawasan berfungsi sebagai tindakan untuk mengawasi agar dalam pencapaian tujuan yang akan dilaksanakan tidak terjadi kesalahan, ketimpangan dan penyelewengan.
Dengan adanya pengawasan akan ada evaluasi, penilaian, juga untuk menetralisir jika ada hal-hal di luar perhitungan yang menjadi tantangan atau kesempatan-kesempatan baru.
Tuhan Yesus memberikan teladan kepada kita mengenai hal ini. Ini dapat kita lihat dalam perumpamaanNya tentang talenta (Matius 25:14-30). Ketika seorang pemimpin memberikan kepercayaan kepada bawahannya, maka pemimpin yang baik harus terus mengadakan pengawasan dengan tujuan pengevaluasian. Dengan demikian kita akan mengetahui sejauh mana hasil yang sudah dicapai.
Oleh karena itu, sebagai seorang pemimpin – dalam memberikan pengawasan – ia harus memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang diawasi (bawahannya) agar memberikan keterangan yang jelas dan ikut serta memecahkan masalah yang mempengaruhinya.Pdt. Ferdy Manggaribet, MA
0 komentar:
Posting Komentar