Orang Yang Percaya Kepada TUHAN Akan Melihat Kebaikan TUHAN Melalui Kejadian-Kejadian Yang TUHAN Ijinkan Terjadi. Jangan Pernah Menilai TUHAN Hanya Melalui Sepotong Kejadian, Tetapi Percayalah Bahwa DIA Selalu Bekerja Untuk Kebaikan Kita Melalui Banyak Perkara
Photobucket

Persiapan Menjadi Seorang Pemimpin

Untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah. Menjadi seorang pemimpin membutuhkah proses yang tidak singkat. Kepemimpinan dapat berkembang setiap hari bukan satu hari. Dan untuk menjadi seorang pemimpin tentu saja dibutuhkan persiapan-persiapan baik secara Jasmani dan Rohani.

Dalam kepemimpinan duniawi, kebesaran seorang pemimpin ditentukan oleh jabatan dan kedudukannya. Sedang untuk kepemimpinan rohani tidak ditentukan oleh jabatan dan kedudukan. Melainkan oleh suatu proses kehidupan rohani itu sendiri. Seorang pemimpin rohani harus memiliki persiapan-persiapan berikut ini.



a. Persiapan Rohani


Seorang pemimpin rohani harus menyadari keadaan rohaninya sendiri. Karena ia tidak dapat mengukur kerohanian orang lain, tetapi ia dapat mengukur kerohaniannya sendiri. Dengan mengerti kerohaniannya sendiri, ia dapat berdiri menolong orang yang dipimpinnya. Segala sesuatu dalam diri pemimpin rohani diukur dari segi rohaninnya sendiri.

Joyce Meyer mengatakan, bahwa “seorang yang ingin menjadi seorang pemimpin harus memiliki karakter yang baik dalam kehidupan mereka. Itu berarti dia harus memiliki hubungan yang dalam dengan Tuhan, yang termasuk menempatkan Tuhan di atas segalanya dalam kehidupannya”.(1)

Sebagai seorang pemimpin rohani, kita harus sadar bahwa Tuhanlah yang telah memilih kita untuk memimpin sekelompok orang. Contoh: Yusuf, Musa, Nehemia, Paulus, Petrus. Mengenai kepemimpinan rohani seringkali diungkapkan dengan rumusan: Seorang pribadi + Tuhan = mayoritas. Ungkapan ini tentu saja mempunyai acuan makna yang bersifat kwalitatif, menunjukkan kepada mutu kerohanian seorang pemimpin.

Seorang pemimpin rohani harus yakin akan panggilan Tuhan dalam hidupnya. Pemimpin yang mempunyai keyakinan demikian, akan mempunyai penyerahan pribadi yang tanpa syarat kepada Tuhan (Roma 12:1-2). Keyakinan seorang pemimpin merupakan kekuatan penuntun yang mengarahkan hidupnya dan mempengaruhi keputusannya. Keyakinan merupakan landasan untuk membangun hidup kita. Makin kuat keyakinan seorang pemimpin, makin kuat pula percaya dirinya. Seseorang tidak akan menjadi pemimpin yang kuat sebelum ia sendiri terlebih dahulu membangun keyakinan yang kuat.

Dalam mengangkat seorang pemimpin, Tuhan sering memilih orang yang dianggap hina, tetapi memenuhi persayaratan rohani. Sebaliknya Tuhan tidak memakai orang yang merasa paling hebat, karena tidak memenuhi persayaratan rohani.

Joyce Meyer mengatakan bahwa, “begitu Allah memanggil saya untuk menjadi seorang pemimpin, saya terbiasa merenungkan mengapa Dia tidak memanggil orang-orang yang sudah cocok untuk memimpin. Saya percaya alasannya adalah bahwa Dia tidak dapat menemukan orang seperti itu”.(2)

Memang benar bahwa Allah tidak selalu memakai orang yang paling berbakat, tetapi yang memiliki sikap hati yang terbaik, hati yang benar dihadapanNya. Allah tidak melihat rupa tetapi melihat hati. Tuhan tidak melihat kepada pendidikan dan pengetahuan seseorang. Tuhan melihat orang yang berkenan kepadaNya. Itulah syarat kepimimpinan rohani yang pertama, yakni berkenan kepada Tuhan. Daud dipilih oleh Allah untuk menggantikan Saul, bukan karena ia pintar, berpendidikan, tetapi karena ia berkenan di hadapan Tuhan ( I Samuel 13:14).

Syarat lain untuk menjadi seorang pemimpin ialah ia harus dipenuhi dengan Roh Kudus. Yosua dipilih oleh Allah karena ia dipenuhi dengan Roh Kudus (Bil. 27:18-20). Mengapa dipenuhi Roh Kudus merupakan syarat dan persiapan yang harus dimiliki seorang pemimpin? Karena dipenuhi Roh Kudus akan berimplikasi kepada cara berbicara, suasana persekutuan, cara menanggapi masalah, dan cara bergaul.

Banyak pemimpin rohani menurut Octavianus, yang gagal karena kehilangan kuasa Roh Kudus dan kegairahan rohani. Kekuatan kepemimpinan rohani terletak pada kekuatan wibawa rohani. Tanpa kekuatan dan wibawa rohani, pemimpin tidak bisa menjalankan pekerjaan rohani.(3)

Seorang pemimpin rohani harus bergaul akrab dengan Allah dengan cara hidup berdasarkan firman Tuhan dan doa. Firman Tuhan merupakan tolok ukur untuk menseleksi pemikiran-pemikiran seorang pemimpin. Melalui firman Tuhan seorang pemimpin dapat mengenal pikiran-pikiran Allah yang supra natural, sehingga ia sendiri mampu untuk bersikap supra natural. Dengan berdoa, berarti seorang pemimpin hanya bergatung sepenuhnya kepada kuasa Tuhan yang dapat melakukan perkara-perkara yang besar.

Seorang pemimpin tidak boleh bergantung kepada kekuatan dan bakat yang dimilikinya. Hidup dalam doa diwajibkan pada setiap pemimpin rohani. Semakin menyadari tanggung jawab yang besar, masalah yang rumit, dan jangkauan pelayanan yang sangat luas, semakin menuntut banyak waktu berdoa. Kepimimpinan kita akan menjadi tidak bergairah karena kurang berdoa.



b. Persiapan Materi


Banyak orang ingin menjadi seorang pemimpin, dan sebagian besar hanya mencari kedudukan dari kepemimpinan. Namun sangat sedikit pemimpin yang rela berkorban atau membayar harga untuk menjadi pemimpin yang baik dan berkualitas. Untuk kemajuan dalam kepemimpinan rohani, kita harus membayarnya dengan kerelaan berkorban dalam arti mengorbankan harta benda, uang, materi, waktu dan semua kesenangan pribadi.

Myron Rush mengatakan bahwa,

“Jika milik menjadi prioritas Anda, maka milik juga yang akan menjadi prioritas dari para pengikut Anda karena orang-orang pastilah mengikuti pemimpin mereka. Anda akan mengalami kesulitan untuk menganjurkan para pengikut Anda menjadi pemimpin dari orang lain jika prioritas Anda sendiri adalah milik. Jika prioritas Anda adalah milik maka pengikut Anda akan mendahulukan hal mencari milik dan bukannya mendahulukan hal memimpin orang.”(4)



Jika Anda tidak bersedia membayar harga untuk menjadi seorang pemimpin yang baik, efektif, dan berkualitas, maka janganlah mengeluh tentang adanya kekurangan pemimpin. Pemimpin harus menghargai manusia melebihi miliknya. Manusia haruslah bernilai lebih penting dari pada harta benda. Jika harta milik yang menjadi prioritas, maka dapat dipastikan disitulah hati pemimpin tersebut.



c. Persiapan Mental


Selain rohani dan materi, untuk menjadi seorang pemimpin harus memiliki persiapan mental yang mantap. Karena seorang pemimpin akan diperhadapkan dengan masalah yang menyangkut masalah mental seperti mengerjakan pekerjaan yang sering dianggap hina, menanggung resiko kegagalan, menguasai emosi, dan membuat keputusan yang mungkin tidak mau dibuat orang lain.

Tuhan mempercayakan kepada setiap pemimpin pekerjaan yang besar, apabila sebelumnya ia mau melakukan pekerjaan yang kelihatannya tidak berarti. Pemimpin dituntut untuk setia dalam perkara kecil, jika ia mau dipercayakan suatu perkara yang besar.

Seorang pemimpin harus bersedia mengerjakan pekerjaan yang mungkin dianggap tidak berarti atau hina oleh semua orang. Untuk itu, seorang pemimpin perlu percaya bahwa di dalamnyalah Tuhan menyiapkannya untuk menjadi pemimpin yang besar.

Seorang pemimpin tidak boleh dikuasai oleh emosinya, tetapi sebaliknya menguasai emosinya. Jika seorang pemimpin dikuasai oleh emosinya, maka ia akan muda untuk melakukan kekeliruan dalam penilaian dan tidak tertutup kemungkinan akan mengalami kegagalan. Mengapa pemimpin dalam Alkitab, seperti Abraham, Musa, Daud dan Petrus “gagal”? Mereka “gagal” karena dalam setiap kejadian mereka membiarkan emosi mereka menguasai keputusan mereka lalu mereka akhirnya memutuskan untuk bertindak keliru.

Sebagai seorang pemimpin, ia dituntut untuk mengambil keputusan yang mungkin takut untuk dibuat orang lain. Dan hal ini mengandung resiko penolakan dari orang lain. Salah satu hal terburuk yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin menurut Myron Rush adalah “menangguhkan pengambilan keputusan pada saat keputusan itu dibutuhkan. Penangguhan akan merongrong kesanggupan Anda untuk memimpin. Orang-orang akan kehilangan rasa hormat terhadap diri Anda”.(5)

Namun dalam membuat keputusan, seorang pemimpin harus memastikan terlebih dahulu bahwa keputusannya tersebut harus tegas dan jelas. Selain tegas dan jelas, harus dibuat perhitungan yang matang, evaluasi yang obyektif dan analisa yang tepat karena tidak tertutup kemungkinan orang lain tidak dapat menerima keputusan tersebut.

Seperti semua orang lainnya, Anda mungkin seorang pemimpin yang tidak mau membuat keputusan seperti itu. Karena Anda takut dengan konsekwensi-konsekwensinya. Anda mungkin tidak tahu hal yang terbaik yang bisa dilakukan. Tetapi seseorang tetap harus mengambil keputusan dan seorang itu ialah Anda, sang pemimpin. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memiliki kesiapan mental untuk dapat mewujudkannya.



(Pdt. Ferdy Manggaribet, S.Th. MA)




Kekasih TUHAN !!!
Jadilah Berkat, Dengan Membagikan Semua Artikel Ini
Kepada Teman-Teman Anda.
TUHAN YESUS Memberkati Kita Semua,
AMIN

0 komentar:

Posting Komentar

wibiya widget

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis