Orang Yang Percaya Kepada TUHAN Akan Melihat Kebaikan TUHAN Melalui Kejadian-Kejadian Yang TUHAN Ijinkan Terjadi. Jangan Pernah Menilai TUHAN Hanya Melalui Sepotong Kejadian, Tetapi Percayalah Bahwa DIA Selalu Bekerja Untuk Kebaikan Kita Melalui Banyak Perkara
Photobucket

MENJADI PENDAMAI (Upaya Untuk Mendamaikan)


Apakah Anda termasuk orang yang mudah bergaul? Apakah Anda dapat membangun hubungan yang harmonis dengan pasangan dan sahabat-sahabat Anda? Dan tidak dibebani rasa bersalah karena sikap-sikap berikut ini:


         * lebih banyak mengritik daripada memberi pujian
         * berkata dan bersikap kasar
         * menghina orang lain
         * menertawakan kekurangan orang lain
         * tidak mau mendengar orang lain
         * selalu merasa benar
         * meremehkan pendapat orang lain


Sikap-sikap seperti ini dapat menghancurkan hubungan dengan orang lain dan menghalangi pemulihan luka-luka masa lalu. 

Sebagai contoh tentang sikap baik yang dapat membangun hubungan yang harmonis, renungkanlah surat Rasul Paulus yang singkat yang ditujukan kepada Filemon, seorang yang kaya di Kolose. Topik  surat tersebut adalah tentang Onesimus, budak Filemon yang telah mencuri dan lari ke Roma. Di Roma inilah Onesimus bertemu dengan Rasul Paulus yang membimbingnya mengenal keselamatan di dalam Kristus. Surat ini berisi permohonan Rasul Paulus kepada Filemon  untuk menunjukkan kemurahan dan belas kasihan kepada Onesimus, agar Filemon mau menerimanya kembali; bukan lagi sebagai budak, melainkan  sebagai seorang saudara. Ini adalah contoh dari pernyataan kasih yang  indah.
Meskipun Onesimus adalah seorang yang pantas menerima hukuman, tetapi Rasul Paulus menyebutnya sebagai "anakku" (Efesus 4:10) dan "saudara yang kekasih" (Efesus 4:16). Paulus juga mengatakan bahwa ia akan membayar semua ganti rugi akibat tindakan  Onesimus di masa lalu.
Paulus tahu bagaimana caranya membangun hubungan yang baik. Bagaimana dengan kita?           
Untuk lebih jelasnya penulis akan menjelaskan permasalahan yang terjadi antara Filemon (Tuan) dan Onesimus (budak). Permasalahan hubungan antara budak dan tuan ini terjadi antara hubungan Onesimus sebagai budak dan Filemon sebagai Tuan. Dan yang menjadi masalah adalah Onesimus yang melakukan kesalahan terhadap Filemon yang adalah tuannya. Onesimus sebagai budak, melarikan diri karena mencuri uang dari tuannya. Sedangkan uang hasil curiannya digunakan oleh Onesimus untuk biaya perjalanannya. Baxter mengatakan bahwa, “Ia lari keluar dari propinsi Asia, menyeberangi laut Algia dan Adriatika sampai ke Roma, karena disana banyak sekali orang seperti dia bersembunyi.”
Dalam hal ini Onesimus telah melakukan kesalahan yang sangat fatal, karena pada saat itu jika seorang budak yang melakukan kesalahan, tuannya berhak untuk menghukum budaknya sesuai dengan kehendaknya sendiri. Seorang budak tidak memiliki kebebasan.
Bahkan menurut Olla Tuluan, “Para budak tidak mempunyai hak asasi, mereka tidak bebas untuk menikah. Jika mereka berbuat kesalahan, maka tuan boleh secara bebas menjatuhi hukuman atasnya, hukuman mati pun boleh. Tidak ada orang yang bisa membela mereka. Dengan demikian, Filemon berhak menghukum Onesimus karena tidak ada undang-undang yang melindungi budak sebaliknya budak adalah milik tuannya.
Bahkan “Menurut hukum, budak belian yang melarikan diri boleh dihukum berat sekalipun, bahkan boleh dibunuh. Dan Lightfoot juga menegaskan bahwa, “nasib budak belian sama sekali tergantung kepada tuannya: untuk kesalahan yang sekecil-kecilnya ia dapat didera, di kudungkan tanganya, di salibkan, atau dimasukkan kedalam kandang singa.
Dari apa yang dilakukan oleh Onesimus, maka  bisa saja dihukum oleh oleh tuannya karena kesalahannya dengan tidak ada pembelaan. Bahkan “menurut peraturan negara Roma, Onesimus boleh dihukum oleh tuannya setibanya ia kembali, karena seringkali budak belian dihukum mati, bilamana mereka salah terhadap tuannya. Dengan kata lain, hukum Romawi membenarkan bahwa budak yang berbuat kesalahan dapat di hukum mati.
Dalam pelariannya, Onesimus berjumpa dengan Paulus. Jarry Autrey dalam bukunya Surat Kiriman Penjara mengatakan, bahwa:
Onesimus, budak Filemon, telah melarikan diri dari tuannya dan pergi ke Roma untuk menyembunyikan diri dalam perhimpunan massa yang begitu besar jumlahnya agar ia tidak ditangkap oleh pemburu-pemburu budak dan dikembalikan kepada tuannya dengan cara yang tidak jelas. Waktu Onesimus berada di Roma ia bertemu dengan Paulus di “rumah yang disewa” oleh Paulus di Roma (Kisah Para Rasul 28:30).
Di Roma, dibawah bimbingan Paulus, Onesimus beriman kepada Kristus (1:10), kemudian Onesimus menjadi layak untuk menyandang namanya. Onesimus berarti sangat berguna, dan hal ini dibuktikannya ketika ia melayani Paulus dalam penjara dan ini menjadikan hubungannya dengan Paulus sangat akrab (1:11-13), namun Paulus tahu bahwa ia wajib mengirim kembali Onesimus kepada tuannya. Dan sudah seharusnya Onesimus pulang, karena hukum kerajaan Romawi menuntut agar semua budak pelarian kembali kepada tuan mereka.
Eprafas, seorang pendiri dan gembala sidang di Kolose (Kolose 2:7) yang menggunakan rumah Filemon untuk berbakti belum lama berselang telah berkunjung ke Roma untuk berbicara dengan Paulus mengenai suatu doktrin sesat yang dihadapi oleh gereja Kolose (Kolose 4:12). Karena alasan tertentu Eprafas tertahan di Roma (1:23), sehingga Paulus terpaksa mengirim seorang pembantunya yang lain. Tikhikus, membawa satu surat instruksi kepada orang-orang Kolose mengenai cara memerangi ajaran sesat. Keberangkatan Tikhikus ke Kolose digunakan oleh Paulus untuk mengirim kembali Onesimus kepada tuannya di Kolose dan juga untuk mengirim tiga surat lainnya (selain surat untuk sidang Kolose), yaitu surat untuk Filemon, tuan dari Onesimus, surat untuk sidang di Laodikia, Kolose 4:16, dan surat untuk sidang di Efesus, ( Efesus 6 : 21 –22).
Dua tugas yang harus dilakukan oleh Tikhikus adalah pertama membawa empat surat, kedua membawa Onesimus kembali kepada tuannya, serta melindungi dia dari kemungkinan penangkapan yang dapat dilakukan oleh pemburu-pemburu budak selama dalam perjalanan.
Masalah dalam surat Filemon adalah salah satu contoh untuk menyelesaikan perselisihan antara budak dengan tuannya walaupun permasalahan ini sangat sederhana dibandingkan dengan persoalan antara buruh dengan majikan industri saat ini.
Penyelesaian masalah dalam kitab Filemon sangat baik sekali karena diselesaikan dengan asas-asas Kristen; yang benar dan Alkitabiah. Bahkan menurut Baxter, “Dalam surat ini dibentangkan rahasia untuk pemecahan setiap perselisihan masyarakat dan industri bagi kesejahteraan manusia dan kemuliaan Allah. Yaitu melakukan asas-asas Kristen oleh orang Kristen.  Berdasarkan masalah yang dihadapi oleh Onesimus dan Filemon, maka Paulus ingin memulihkan hubungan dengan cara memperdamaikan mereka kembali sesuai asas-asas Kristen. Surat Filemon menjadi teladan kehalusan dan kecakapan mengubah surat. Penulisnya harus mengatasi banyak kesulitan. Ia bersahabat karib dengan kedua belah pihak yang sedang bermusuhan dengan harapan supaya kedua belah pihak yang bermusuhan dapat memulihkan kembali hubungan antara Onesimus dan Filemon.
Dari kisah ini dapat kita lihat, bahwa untuk memperoleh suatu perdamaian dibutuhkan pihak pengantara (pihak lainnya) atau orang-orang yang terbeban di dalam pelayanan perdamaian.
Umat percaya bisa dipakai untuk menjadi alat perdamaian (pengantara) untuk kedua belah pihak yang berselisih seperti Paulus, yaitu melalui surat yang ditujukan kepada Filemon untuk mencapai sebuah perdamaian.
Perlunya penengah terdapat dalam Matius 18:16. “Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua atau tiga orang saksi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan”. Mempertemukan kedua belah pihak saja mungkin belum dapat menyelesaikan masalah ini. Bantuan orang lain diperlukan karena orang lain bisa dapat memberi saran dan kebijakan yang membantu.
Penulis sengaja mengangkat peristiwa hubungan yang retak antara Onesimus dan Filemon (tuan dan budak) sebagai contoh perdamaian yang diprakarsai oleh orang ketika (pihak pendamai), yakni Paulus.. Suatu hal yang luar biasa dimana Paulus mencoba untuk mendamaikan dengan beberapa buah pikirannya mengenai perdamaian.
Alkitab berkata, bahwa orang yang membawa damai disebut anak-anak Allah. “Berbahagialah orang yang membawa damai”.
Orang-orang yang membawa damai dikatakan sebagai orang yang berani mengambil resiko dalam mencampuri perselisihan dengan maksud untuk mendamaikan, untuk memulihkan hubungan yang retak, dan bahkan untuk melakukan perbaikan bila perlu. Dan mereka juga memperhatikan langkah-langkah pencegahan supaya damai sejahtera tetap tercapai. Mereka mencari bila ada permusuhan dan membantu orang-orang yang terlibat untuk melepaskannya sewaktu permusuhan sedang berlangsung, sebelum permusuhan itu meledak.
Misi Allah terhadap manusia juga adalah misi perdamian, “Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran manusia” (II Korintus 5:19).
Oleh karena itu,  kita orang percaya juga dipanggil untuk melaksanakan perdamaian yang telah terlebih dahulu dikerjakan oleh Allah bagi dunia ini”.
Paulus adalah teladan perdamaian dimana Paulus memperhatikan hubungan antara tuan dan budak yang telah retak oleh karena kesalahan budak yang telah mencuri.
Paulus tidak tinggal diam, ia menjadi penengah dalam proses menuju perdamaian kedua belah pihak. Paulus memimpin Onesimus kepada Tuhan dan dengan bijaksana dan fasih lidah, ia menjadi penengahnya, serta menawarkan untuk membayar hutang-hutangnya.”
Selain itu, demi perdamaian, Paulus rela untuk menyelesaikannya dengan mengganti kerugian Filemon yang dilakukan oleh Onesimus. (“Dan kalau dia sudah merugikan engkau atau pun berhutang kepadamu tanggungkanlah semuanya itu kepadaku”.  Fil. 18).
Jadi, sikap dari Paulus demi perdamaian adalah sikap kristiani yang sejati yaitu pengorbanan dari segi waktu dan harta benda. Hal ini dibuktikan oleh Paulus dimana ia rela meluangkan waktunya untuk menulis surat kepada Filemon dan ia juga rela untuk mengganti semua kerugian Filemon.
Tidak itu saja, Paulus juga menanggung resiko tinggi yaitu melanggar hukum yang berlaku saat itu. Sebenarnya Paulus harus melapor, tetapi karena kasihnya terhadap Onesimus, Paulus memberi jalan dengan menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu supaya Onesimus dimerdekakan.
Paulus menginginkan Onesimus kembali kepada Filemon, agar Filemon mau berdamai kembali atau mengampuninya. “Pengampunan dalam konteks Perjanjian Baru sering diartikan berdamai kembali.”
Setelah Onesimus dan Filemon berdamai kembali, tentu saja permusuhan, benci, amarah dan dendam akan dimusnahkan dan diganti dengan persahabatan. Itulah teladan yang sungguh indah dalam pelayanan Paulus untuk perdamaian.
Pihak pendamai memang diperlukan juga untuk mencapai suatu perdamaian. Seperti kerinduan Fransiskus dari Asisi, “Tuhan jadikanlah aku pembawa damai, bila terjadi perselisihan jadikanlah aku pembawa kerukunan.
Kita bisa memulainya, menjadi seorang pendamai dengan cara menjadi konselor bagi mereka yang sedang bertikai atau dalam permasalahan.
Seorang suami istri mendatangi seorang konselor untuk meminta nasihat. Tidak lama setelah duduk, mereka terlibat dalam debat serius saling mengkritik. Ketika akhirnya mereka berhenti sejenak untuk mengambil napas, konselor menganjurkan agar sekarang mereka saling mengatakan hal-hal positif yang merekla temukan dalam diri pasangannya. Mereka terdiam.
Kemudian pada mereka masing-masing diberikan pena dan secarik kertas dan mereka diminta untuk menulis sesuatu yang pantas disanjung dalam diri pasangannya. Tak satupun dari mereka yang menulis. Mereka hanya duduk dan menatap kertas. Setelah berlangsung beberapa saat, sang suami mulai menulis sesuatu. Kemudian, istrinya menyusul menulis – dengan cepat dan geram.
Akhirnya, mereka berhenti menulis. Suasan kembali hening. Sang istri menyerahkan kertasnya kepada konselor. Konselor menyerahkannya kembali dan mengisyaratkan agar ia menyerahkan langsung kertas itu kepada suaminya. Dengan penuh keengganan ia menyorongkan kertas itu menyeberang sampai ketengah meja. Sang suami menyambarnya dan sebaliknya, sang suami pun menyerahkan kertasnya kepada istrinya.
Secara bergantian, mereka mulai membaca isi kertas yang ditulispasangannya. Konselor hanya memperhatikan … setetes air mata mulai mengalir di pipi sang istri. Ia meremas-remas kertas dalam genggamannya dan mendekapnya dengan erat. Halitu membuktikan bahwa ia sangat menghargai pengungkapan tiba-tiba atas kebaikan-kebaikan dirinya oleh suaminya. Situasi seluruh ruangan mendadak berubah. Tidak ada sesuatu pun yang perlu dikatakan lagi. Pujian telah menyembuhkan seribu luka batin. Suami-istri itupun pergi sambil bergandengan tangan.
Sebagai orang percaya, kita harus menjadi orang yang senantiasa memprakarsai terjadinya perdamaian.  Lebih lagi pada saat-saat seperti sekarang ini. Pihak pendamai sangat diperlukan, yakni pihak pendamai yang rela berkorban baik dari segi waktu, materi, pikiran.
Paulus telah menjadi teladan dalam menyelesaikan masalah kedua sahabatnya yang telah berselisih. “Betapa bahagia Paulus jikalau ia dapat melihat kedua orang yang bertobat melalui pelayanannya, seorang adalah tuan dan seorang lainnya adalah budak bersatu dalam persekutuan kristiani yang benar didalam Kristus.”
Begitu juga dengan umat percaya pasti akan mengalami suatu kebahagiaan jika ia sudah menjadi pihak pendamai.




















Kekasih TUHAN !!!
Jadilah Berkat, Dengan Membagikan Semua Artikel Ini
Kepada Teman-Teman Anda.
TUHAN YESUS Memberkati Kita Semua,
AMIN

0 komentar:

Posting Komentar

wibiya widget

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ShareThis